Jakarta, FORTUNE – PT Pupuk Indonesia (Persero) akan mengembangkan circular economy dengan memproduksi Soda Ash.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Pupuk Indonesia Jamsaton Nababan mengatakan, saat ini Indonesia masih mengimpor hingga 1 juta ton soda ash untuk kebutuhan industri. Perseroan akan mengandalkan karbondioksida (CO2) yang merupakan gas buang dari hasil produksi ammonia sebagai bahan baku soda ash.
“Jadi waktu pabrik kita membuat ammonia menghasilkan CO2, itu kita serap untuk menjadi bahan baku dari soda ash,” kata dia saat acara Green Economy Expo di JCC, Kamis (4/7).
Melalui dua anak usahanya PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), Pupuk Indonesia akan membangun pabrik untuk memproduksi soda ash.
Untuk diketahui soda ash adalah bahan baku turunan dari Natrium Karbonat yang utamanya digunakan dalam industri pembuatan kaca, keramik, tekstil, kertas hingga aki. Untuk mendapatkan soda ash, industri harus memiliki tiga komponen utama yaitu amonia, CO2 dan garam industri.
Seiring rencana tersebut, perseroan akan menyerap cukup banyak CO2 dengan demikian dapat menekan emisi. "Targetnya (produksi soda ash) ini sedang tender, proses tender. Jadi kita harapkan 2 tahun. Berarti 2027 sudah operasi," ujarnya.
Meski belum beroperasi, Jamsaton mengaku sudah ada beberapa produsen kaca dan perusahaan lain yang berminat membeli produk tersebut.
Meproduksi hidrogen
Adapun, untuk mengurangi karbon jangka panjang, Pupuk Indonesia juga tengah menguji coba elektrolisa air sehingga terpisah dengan unsur hidrogennya.
"Yang kedua, kita kedepan mencoba elektrolisa air. Airnya ini dipisahkan, menjadi hidrogen yang perlu untuk amonia dan urea, jadi tidak perlu lagi menggunakan gas untuk pembuatan pupuk. Tidak ada emisi CO2nya, tapi itu yang kita lakukan jangka panjang," tuturnya.
Tekan emisi karbon
Selain mengolah produk baru, Pupuk Indonesia juga berencana memperbaiki atau menggganti mesin-mesin produksinya dengan yang baru. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, sehingga pemakaian gasnya tidak boros dan mengurangi emisi.
Selain itu, perseroan telah menerapkan pemakaian motor listrik, bus listrik, PLTS untuk penerangan di jalan maupun di pabrik dan penanaman pohon juga dilakukan untuk mengurangi Emisi Karbon.
"Kemudian nanti bisa juga CO2 yang kita hasilkan itu kita inject lagi ke bawah tanah. Itu namanya blue, itu yang bekas-bekas lapangan minyak atau lapangan gas yang dulu sudah habis, itu kan ruangannya kosong di bawah. Nanti CO2 yang dari pabrik kita inject ke situ," ujarnya.
Pupuk Indonesia menargetkan nol emisi karbon pada 2060. Pada 2030 perseroan juga menargetkan pengurangan emisi hingga 3,2 sampai 4 juta ton emisi.
Sedangkan hingga 2023, Pupuk Indonesia mengklaim telah mampu menekan emisi karbon hingga 1,9 juta ton.