Menhub Ungkap Sebab Tiket Pesawat Masih Mahal Sampai Sekarang

Belum kembali ke tingkat sebelum Covid-19.

Menhub Ungkap Sebab Tiket Pesawat Masih Mahal Sampai Sekarang
Sejumlah penumpang berjalan menuju pesawat tujuan Bali di Bandara Internasional Lombok, Praya, Lombok Tengah, NTB, Minggu (16/10/2022). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkap penyebab di balik harga tiket pesawat yang mahal.

Dia mengatakan itu terjadi karena industri aviasi saat ini belum kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Dampaknya, pesawat yang beroperasi di Indonesia mengalami penurunan secara drastis, khususnyauntuk penerbangan perintis di daerah terpencil yang armadanya masih sangat terbatas.

“Saat ini masih dalam proses recovery atau perbaikannya, karena jumlah armadanya terbatas,” kata dia di hadapan Komisi V DPR-RI, Selasa (21/11).

Masalah lain adalah harga BBM pesawat, Avtur, yang terus mengalami kenaikan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi harga tiket pesawat.

“Selain itu, sekarang ini US dollar naik dan juga ada beberapa komponen harga naik,” ujarnya.

Budi tidak menampik bahwa harga tiket pesawat sekarang ini mahal, terutama untuk penerbangan di Indonesia Timur dan Kalimantan. Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus membahas kondisi tersebut sebagai evaluasi ke depannya.

Usulan untuk menghapus TBA tiket pesawat

Dengan adanya kenaikan harga avtur dan beberapa komponen pesawat, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) malah mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus tarif batas atas tiket pesawat. Artinya, harga tiket pesawat bakal diserahkan kepada mekanisme pasar.

Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, mengatakan tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Tadi hasil rekomendasi dari anggota berharap bahwa mengenai tarif batas atas ini agar bisa dikaji sehingga menjadi fleksibilitas bagi operator untuk menyesuaikan tarifnya, mengingat tingginya biaya operasional maskapai," ujar Denon dalam keterangannya, Kamis.

Mekanisme tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) hanya diimplementasikan di Indonesia. Negara lain menyerahkan pergerakan tarif pesawat domestiknya sesuai mekanisme pasar.

Meski begitu, Denon menyerahkan segala keputusan ke tangan pemerintah. Pihaknya berharap rekomendasi kebijakan tersebut bisa mendukung pemulihan industri penerbangan nasional pasca pandemi Covid-19.

"Salah satu langkah untuk menyelamatkan industri penerbangan yang sedang tidak sehat-sehat saja, tidak baik-baik saja memberikan fleksibilitas bagi maskapai untuk menyesuaikan tarif batas atas," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya