Jakarta, FORTUNE - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkap penyebab di balik harga tiket pesawat yang mahal.
Dia mengatakan itu terjadi karena industri aviasi saat ini belum kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Dampaknya, pesawat yang beroperasi di Indonesia mengalami penurunan secara drastis, khususnyauntuk penerbangan perintis di daerah terpencil yang armadanya masih sangat terbatas.
“Saat ini masih dalam proses recovery atau perbaikannya, karena jumlah armadanya terbatas,” kata dia di hadapan Komisi V DPR-RI, Selasa (21/11).
Masalah lain adalah harga BBM pesawat, Avtur, yang terus mengalami kenaikan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi harga tiket pesawat.
“Selain itu, sekarang ini US dollar naik dan juga ada beberapa komponen harga naik,” ujarnya.
Budi tidak menampik bahwa harga tiket pesawat sekarang ini mahal, terutama untuk penerbangan di Indonesia Timur dan Kalimantan. Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus membahas kondisi tersebut sebagai evaluasi ke depannya.
Usulan untuk menghapus TBA tiket pesawat
Dengan adanya kenaikan harga avtur dan beberapa komponen pesawat, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) malah mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus tarif batas atas tiket pesawat. Artinya, harga tiket pesawat bakal diserahkan kepada mekanisme pasar.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, mengatakan tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Tadi hasil rekomendasi dari anggota berharap bahwa mengenai tarif batas atas ini agar bisa dikaji sehingga menjadi fleksibilitas bagi operator untuk menyesuaikan tarifnya, mengingat tingginya biaya operasional maskapai," ujar Denon dalam keterangannya, Kamis.
Mekanisme tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) hanya diimplementasikan di Indonesia. Negara lain menyerahkan pergerakan tarif pesawat domestiknya sesuai mekanisme pasar.
Meski begitu, Denon menyerahkan segala keputusan ke tangan pemerintah. Pihaknya berharap rekomendasi kebijakan tersebut bisa mendukung pemulihan industri penerbangan nasional pasca pandemi Covid-19.
"Salah satu langkah untuk menyelamatkan industri penerbangan yang sedang tidak sehat-sehat saja, tidak baik-baik saja memberikan fleksibilitas bagi maskapai untuk menyesuaikan tarif batas atas," katanya.