Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Industri Tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia masih memiliki prospek cerah. Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), sektor tekstil dan produk tekstil mencatatkan pertumbuhan tahunan 7,43 persen pada kuartal III-2024. Kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada periode yang sama mencapai 0,99 persen.
Dia menyatakan bahwa data ini membuktikan industri tekstil masih bergerak dan tidak mengalami apa yang disebut sebagai sunset industry atau industri yang mulai kehilangan daya saing, walau diterpa banyak isu pengurangan karyawan sampai dengan penutupan pabrik.
"Selama manusia berpakaian dan menggunakan sepatu, industri tekstil akan terus dibutuhkan. Sekarang tekstil bahkan menjadi bagian dari lifestyle," kata dia saat konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Selasa (5/11).
Lebih lanjut, Airlangga menyebutkan bahwa minat investasi asing di sektor ini terus meningkat. Sebanyak 15 perusahaan tekstil dari Taiwan telah mempertimbangkan penanaman modal di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut sedang mencari lokasi investasi di luar Cina dan Vietnam, dengan mempertimbangkan faktor energi ramah lingkungan sebagai persyaratan.
"Mereka ingin pabrik yang menggunakan renewable energy, sejalan dengan tuntutan global akan produk berbasis green energy," ujarnya.
Kawasan ekonomi khusus (KEK) seperti Batang dan Kendal menjadi lokasi yang menarik bagi investor. Sebagian besar area di KEK tersebut telah terisi, dan pemerintah sedang merencanakan ekspansi untuk menampung lebih banyak investor.
Selain itu, pemerintah Cina juga berminat menjalin kerja sama antar kawasan ekonomi untuk mendorong keterlibatan Indonesia dalam rantai pasokan global.
“Mereka ingin ada kerja sama antar kawasan ekonomi Indonesia dengan Cina, karena itu akan mendorong industri untuk lebih masuk di dalam supply chain,” katanya.
Kebut finalisasi EU-CEPA
Pemerintah Indonesia mempercepat finalisasi kerja sama EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA). Menurut Airlangga, jika EU-CEPA selesai, para pembeli di Eropa akan terdorong untuk memperluas jalinan bisnisnya dengan pemasok di Indonesia, yang diharapkan meningkatkan ekspor produk tekstil ke pasar Eropa.
Untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, pemerintah juga akan menyediakan berbagai insentif, termasuk insentif pajak dan kebijakan yang mendukung rantai pasokan dalam negeri. Airlangga menekankan pentingnya melindungi rantai pasokan lokal dari gempuran produk impor, salah satunya dengan perpanjangan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Pada sisi bahan baku, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dengan produksi rayon dan polyester yang lebih dominan daripada kapas (cotton). Dia menyebut bahwa permintaan terhadap rayon dan polyester semakin tinggi di pasar global, sehingga hal ini menjadi nilai tambah bagi daya saing Indonesia dalam industri tekstil.
“Tentu yang orientasi ekspor juga kita dorong supaya daya saingnya semakin tinggi. Apalagi mereka melihat Indonesia untuk pakaian ini punya bahan baku yang kuat,” kata Airlangga.