Jakarta, FORTUNE - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima total 3.211 pengaduan konsumen sepanjang 2021. Angka aduan ini meningkat dibandingkan pada 2020 sebanyak 1.372 pengaduan.
Wakil Ketua Komisi Advokasi BPKN Andi Muhammad Rusdi mengatakan, pengaduan dari sektor jasa keuangan menjadi yang paling banyak diterima pada 2021. Angka pengaduan di sektor ini baik tajam dari yang sebelumnya 226 pengaduan pada 2020 menjadi 2.152 pengaduan per 16 Desember 2021.
"Hal ini disebabkan banyaknya pengaduan di subsektor asuransi yang masuk tahun ini,” kata Andi dalam konferensi pers digelar secara virtual, Senin (20/12).
Andi mengatakan risiko kerugian dari pengaduan di subsektor asuransi mencapai Rp2 triliun. Adapun jenis laporan di subsektor asuransi antara lain mencakup penolakan klaim asuransi, asuransi pailit, dan gagal bayar.
Laporan lain yang datang dari sektor jasa keuangan adalah leasing khususnya yang terkait penarikan kendaraan, restrukturisasi, dan penagihan oleh debt collector. BPKN juga mencatat pengaduan dari subsektor perbankan yang meliputi masalah tunggakan angsuran akibat pandemi, pemakaian kartu kredit oleh orang lain dan dana nasabah yang hilang.
“Sementara dari subsektor investasi masalah yang banyak dilaporkan adalah ingkar janji perusahaan investasi dan terkait pinjaman online paling banyak soal cara penagihan dan bunga pinjaman yang tinggi,” kata Andi.
Banyak kementerian/lembaga tak merespon rekomendasi BPKN
Sementara itu, Ketua BPKN Rizal E. Halim menjelaskan sejak tahun 2005 – 2021 pihaknya telah mengirimkan 210 rekomendasi kepada kementerian/lembaga, namun hanya 48 kementerian/Lembaga yang sudah merespon rekomendasi BPKN.
“Banyaknya pengaduan ini, menjadi catatan karena BPKN-RI bukan Lembaga yang memiliki kewenangan menangani kasus, tetapi melihat tren pengaduan yang selalu meningkat menjadi ekspektasi masyarakat sebagai Lembaga yang dipercaya untuk mengadukan permasalahan yang dialami Konsumen,” kata dia.
Di luar pengaduan di sektor jasa keuangan, laporan yang diterima BPKN paling banyak juga berasal dari sektor e-commerce yang meningkat dari 315 pengaduan pada 2020 menjadi 491 pengaduan pada 2021.
Laporan di sektor perumahan turun dari 524 pengaduan menjadi 247 pengaduan pada 2021 dan laporan dari sektor jasa telekomunikasi berkurang dari 78 pengaduan pada 2020 menjadi 71 pengaduan pada 71.
Adapun total risiko kerugian konsumen dari seluruh pengaduan yang diterima ini nilainya mencapai Rp2,45 triliun pada 2021, jauh meningkat daripada risiko kerugian dari laporan pada 2020 yang hanya sekitar Rp493,92 miliar.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI
Selain data pengaduan, BPKN pun merilis proyeksi ekonomi global yang akan tumbuh sebesar 4 persen pada tahun 2022. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dari proyeksi sebelumnya pada tahun 2021 tumbuh sebesar 5,1-5,6 persen.
Sementara untuk ekonomi Indonesia pada tahun 2022, BPKN memperkirakan pertumbuhannya bisa mencapai 4 - 4,1 persen, lebih baik dari tahun 2021 sebesar 3,5 - 3,7 persen.
Perbedaan proyeksi antara ekonomi global yang diprediksi menurun ini dikarenakan ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Tiongkok sedang mengalami tekanan. Sedangkan di Indonesia, menurunya kasus Covid-19 diharapkan bisa mendorong pemulihan ekonomi serta berpotensi menjadi momentum akselerasi kebangkitan ekonomi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari stabilitas indikator makro yang ada saat ini.
“Kondisi tersebut didasarkan dinamika dalam penanganan Covid 19 dan dampaknya yang begitu luas, juga tantangan struktural yang masih harus kita atasi di dalam perekonomian saat ini, maka strategi ke depan dalam kebijakan fiskal harus bersifat adaptif, antisipatif, responsif, namun pragmatis, dan fokus pada tercapainya tujuan jangka panjang,” tuturnya.