Jakarta, FORTUNE - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat bahwa transaksi perdagangan berjangka komoditas sepanjang 2022 mencapai lebih dari Rp50.000 triliun sepanjang 2022 dengan rata-rata transaksi bulanan Rp4.400 triliun.
“Total nilai transaksi di 2022 meningkat 116 persen dibanding tahun 2021,” ujar Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, dalam acara pembukaan Bulan Literasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Selasa (7/3).
Dengan total transaksi yang tercatat, Didid mengatakan ada peluang perdagangan berjangka komoditas di Indonesia berkembang, yang tentunya akan berujung pada peningkatan perekonomian negara.
Selama pandemi, menurutnya, perdagangan berjangka komoditas menjadi salah satu perdagangan yang aktivitasnya tidak surut. Volume transaksinya meningkat lebih dari 21 persen dibandingkan dengan periode sebelum Covid-19 merebak.
Tantangan keamanan dalam investasi
Didid pun menyadari ada tantangan keamanan bagi nasabah dalam berinvestasi. Apalagi pada saat yang sama, nasabah juga ingin mencari keuntungan.
Pasalnya, seiring peningkatan transaksi pada 2022, Bappebti juga membukukan peningkatan pengaduan, yang sebagian besarnya berkenaan dengan investasi ilegal. "2022 kan ada [kasus] robot trading," ujar Didid.
Modus yang kerap diterapkan selain robot trading adalah iming-iming keuntungan yang tinggi. Didid mewanti-wanti jika sebuah investasi berisiko tinggi, maka kemungkinan ruginya juga tinggi. Ia pun menekankan agar calon investor lebih selektif memilih perdagangan berjangka komoditas ini untuk mengantisipasi terjadinya kerugian besar.
Namun, masalahnya, kata Didid, banyak investor terpeleset ke lubang kerugian karena pemahamannya akan perdagangan komoditas masih terbatas. Selain itu pula, masih ada pelaku usaha yang tidak menaati peraturan, serta celah pada peraturan yang acap kali dimanfaatkan.
"[Kami] ingin sampaikan ada risiko-risiko dalam perdagangan berjangka ini,” katanya.
Bentuk harga acuan komoditas sendiri
Dia juga mengatakan bahwa Bappebti merencanakan pembentukan harga acuan komoditas dalam negeri. Hal ini sesuai arahan Menteri Perdagangan dalam rapat kerja Bappebti pada Januari lalu.
Pembentukan harga acuan komoditas ini, kata Didid, bakal menambah penerimaan negara. Selain itu akan memberikan persaingan yang sehat karena pasar yang transparan.
“Kami sadar dalam mewujudkan bursa komoditas menghasilkan reference price, tapi kami yakin bisa mewujudkan di 2023 dengan sinergitas dengan pelaku usaha,” ujarnya.
Adapun bursa komoditas yang bakal dibentuk adalah untuk CPO, timah, dan karet.