Jakarta, FORTUNE - Bank Dunia memperingatkan pecahnya konflik di Timur Tengah dapat memicu lonjakan harga minyak menuju US$100 per barel. Hal ini tentu bakal mengerek Inflasi dan memicu kenaikan Suku Bunga dalam jangka panjang.
CNBC melansir, Jumat (26/4), bahwa ketegangan di Timur Tengah mulai memanas pada awal bulan ini ketika Israel dan Iran saling melakukan serangan. Peningkatan aksi agresif tersebut mendongkrak kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak mentah sebagai dampaknya.
Pemerintah di Yerusalem dan Teheran tampaknya telah memutuskan untuk tidak melakukan eskalasi lanjutan setelah saling melancarkan serangan langsung di wilayah masing-masing untuk pertama kalinya. Harga minyak telah turun hampir 4 persen dari level tertinggi baru-baru ini karena investor mengabaikan kemungkinan perang yang lebih luas di wilayah tersebut.
Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, memperingatkan situasi global yang dihantui dengan ketidakpastian.
“Dunia berada pada momen yang rentan: guncangan energi yang besar dapat menghambat kemajuan dalam penurunan inflasi selama dua tahun terakhir,” kata dia.
Dalam laporan Bank Dunia, harga minyak bisa mencapai rata-rata US$102 per barel jika konflik melibatkan satu atau lebih produsen minyak di Timur Tengah sehingga mengakibatkan gangguan pasokan hingga 3 juta barel per hari. Guncangan harga sebesar ini dapat menghambat upaya untuk menekan inflasi.
Tren suku bunga tinggi berlanjut
Pada rentang 2022 dan 2023, menurut Bank Dunia, inflasi global sempat turun 2 persen menyusul anjloknya harga komoditas hingga nyaris 40 persen.
Harga komoditas kini berada pada level stabil dan lembaga keuangan global memperkirakan penurunan sebesar 3 persen pada tahun ini dan 4 persen pada 2025.
“Inflasi global masih belum bisa ditaklukkan,” kata Gill. “Kekuatan utama disinflasi – penurunan harga komoditas – pada dasarnya telah menemui jalan buntu. Itu berarti suku bunga bisa tetap lebih tinggi dari perkiraan saat ini dan tahun depan.”
Meskipun konflik di Timur Tengah menimbulkan risiko kenaikan harga, dunia akan terbantu jika OPEC+ memutuskan untuk mulai mengurangi pengurangan produksinya pada tahun ini.
Harga minyak akan turun hingga rata-rata US$81 per barel jika kartel mengembalikan 1 juta barel per hari ke pasar pada paruh kedua 2024.