Jakarta, FORTUNE - Serikat Petani Indonesia (SPI) menyesalkan keputusan pemerintah kembali mengimpor beras saat musim panen raya di beberapa wilayah Indonesia. Hal itu dinilai sebagai buntut dari lambatnya kebijakan yang diambil pemerintah terkait perberasan.
“Ini merupakan buah dari buruknya pemerintah dalam menangani persoalan pangan, yang hampir tiap tahun selalu berulang,” ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, kepada Fortune Indonesia, Rabu (29/3).
Pemerintah beralasan impor sebesar 2 juta ton itu dilakukan untuk memenuhi stok cadangan beras pemerintah atau CBP. Menurut Henry, pemenuhan stok Bulog tersebut seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari.
Selan itu, dia meniai pemerintah lambat dalam merevisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tingkat petani. Hal itu menyebabkan penyerapan beras tidak maksimal.
"Padahal kalau hal ini dilakukan secara terukur dan jauh-jauh hari, tentu petani akan mempertimbangkan untuk menjual gabahnya kepada Bulog,” ujarnya.
Oleh karena itu, SPI hingga saat ini tetap mengusulkan agar HPP tetap Rp5.600 per kilogram karena biaya produksi telah mencapai Rp5.050 per kilogram.
Pemerintah lambat dalam mengambil kebijakan
Kendati alasan impor ditujukan untuk memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta untuk program bansos, tapi pengumuman impor beras dinilai berpengaruh secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani.
Henry pun mempertanyakan apakah benar produksi dalam negeri tidak cukup memenuhi kebutuhan nasional, atau masalahnya justru terletak pada ketersediaan anggaran sampai mekanisme penyerapan gabah atau beras di tingkat petani.
"Jika memang terjadi penurunan produksi akibat bencana banjir maupun hama dan sebagainya, ini harus jelas. Artinya terjadi ketidaksesuaian antara prognosis pemerintah [dalam hal ini BPS] dengan fakta di lapangan," ujarnya.
SPI menilai impor beras merupakan akibat dari lambatnya pemerintah mengambil kebijakan. Bulog tidak menguasai CBP dari tahun lalu dan masalah tersebut berlanjut hingga tahun ini. Maka dari itu, SPI meminta pemerintah memperbaiki peran, fungsi, dan cara kerja Bulog dalam menjalankan tugasnya sebelum memutuskan impor beras.
CBP juga dinilai harus dibuat aturannya. Misalnya, 10 persen dari kebutuhan beras nasional.
"Kami melihat ini berkaitan dengan lambatnya pemerintah merevisi harga HPP di tingkat petani, sehingga penyerapan beras tidak maksimal. Padahal kalau hal ini dilakukan secara terukur dan jauh-jauh hari, tentu petani akan mempertimbangkan untuk menjual gabahnya kepada Bulog," kata Henry.
Pemerintah impor 2 juta ton
Perum Bulog mendapat penugasan dari Badan Pangan Nasional untuk mengimpor 2 juta ton beras hingga akhir Desember 2023 untuk memenuhi CBP.
Informasi tersebut termuat dalam Surat Penugasan Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, kepada Perum Bulog yang dirilis pada 24 Maret 2023. Putusan tersebut merupakan hasil rapat dengan Presiden Joko Widodo.
"Pengadaan 500 ribu ton pertama dilaksanakan secepatnya," tulis Arief dalam suratnya, dikutip Senin (27/3).
Menurut laporan BPS, volume produksi beras Indonesia mencapai 31,54 juta ton pada 2022. Jumlah ini naik 0,59 persen dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya.