Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) resmi mengoperasikan Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia. Lewat fasilitas tersebut, PLN mampu memproduksi 51 ton hidrogen hijau per tahun.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan GHP ini merupakan hasil inovasi PLN dalam menjawab tantangan transisi energi.
Salah satu kegunaan hidrogen adalah untuk bahan bakar transportasi.
“Era masa depan transportasi tak hanya bergerak ke arah listrik, namun juga ke arah hidrogen. Maka, PLN sebagai key player dalam transisi energi terus berpacu dalam menyediakan energi bersih bagi masyarakat,” kata Darmawan dalam keterangannya, Kamis (12/10).
Dia menjelaskan hidrogen hijau besutan PLN Nusantara Power itu diproduksi dengan menggunakan sumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terdapat di area PLTGU Muara Karang. Selain dihasilkan dari PLTS yang terpasang, hidrogen hijau ini juga berasal dari pembelian Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang.
“Strategi untuk transisi energi ini bukan monolitik, tetapi multilateral. Seluruh alternatif, seluruh kemungkinan skenario itu kita pertimbangkan dan kita jajaki, sehingga transisi energi ini bisa berjalan dengan lancar,” kata Darmawan.
Target produksi 222 ton per tahun
Dari total produksi hidrogen 51 ton per tahun, hanya 8 ton yang digunakan untuk keperluan operasional PLTGU Muara Karang dan sebesar 43 ton sisanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Ke depan, pihaknya akan terus mengembangkan GHP di 15 pembangkit lain milik PLN.
Total 15 pembangkit tersebut berpotensi menghasilkan hidrogen dengan kapasitas 222 ton per tahun. Jika untuk kendaraan, jumlah tersebut bisa menggerakkan sekitar 650 mobil yang menempuh jarak 100 kilometer setiap hari selama 1 tahun.
“Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan bahan bakar minyak sebesar 2,4 kilogram CO2, maka dengan menggunakan green hydrogen yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi hampir 6.000 ton CO2e per tahun,” ujar Darmawan.
Penggunaan hidrogen akan meningkat
Sementara itu, peneliti ahli utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, menilai kebutuhan hidrogen hijau di Indonesia hingga 2060 akan terus tumbuh mencapai 32,8 juta ton per tahun. Apalagi, 80 persen penggunaan hidrogen akan diserap oleh sektor transportasi, dan pada 2030 FCEV dapat diproduksi di dalam negeri.
"Ke depan, ekonomi kita akan tertopang bukan hanya dari minyak, tapi juga hidrogen. Karena hidrogen bisa dipakai di berbagai sektor, dari sektor pembangkit listrik, industri terutama petrokimia, perumahan, hingga transportasi," kata Eniya.