Jakarta, FORTUNE - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam bidang ekspor-impor dan perpajakan. Meski demikian, katanya, bukan berarti transaksi tersebut melibatkan pegawai Kementerian Keuangan.
“Dalam posisi Departemen Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, disebutkan di situ penyidik tindak pidana asal adalah penyidik TPPU dan di penjelasannya dikatakan bahwa Bea Cukai dan Direktorat Jenderal adalah penyidik tindak pidana asal,” kata Ivan di hadapan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3).
Ivan mengatakan transaksi mencurigakan tersebut tidak seluruhnya terjadi di Kementerian Keuangan, tetapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal.
Sebagai contoh, ketika terjadi tindak pidana narkotika, seseorang akan menyerahkan kasus tersebut kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) karena tindak pidana tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari BNN.
Dia menyatakan, pihaknya menyerahkan Laporan Hasil Analisa (LHA) itu kepada Kementerian Keuangan karena sesuai tugas pokok kementerian tersebut dalam mengurusi bea ekspor-impor dan pajak.
Sebagian besar kasus dalam perkara transaksi Rp349 triliun ini berkaitan dengan kasus impor-ekspor dan perpajakan. Pada satu kasus saja, bisa terjadi transaksi lebih dari Rp100 triliun.
“Sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kementerian Keuangan. Ini jauh berbeda,” ujar Ivan.
Transaksi 2009-2023
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan klarifikasi mengenai informasi transaksi keuangan yang mencurigakan secara historis di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Senin (20/03).
Dia menyebut PPATK mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan pada 7 Maret 2023 dengan nomor SR 2748/AT.01.01/III/2023. Surat dari Kepala PPATK tersebut berisi seluruh surat-surat PPATK yang berjumlah 196 pucuk kepada Kementerian Keuangan terutama Inspektorat Jenderal dari periode 2009 hingga 2023.
"Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi. Jadi dalam ini hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis oleh PPATK, dan kemudian tindak lanjut dari Kementerian Keuangan terhadap surat tersebut,” katanya dalam konferensi pers.
Terhadap surat-surat tersebut, Inspektorat Jenderal dan Kementerian Keuangan telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan. "Ada yang sudah kena sanksi, ada yang kena penjara, ada yang dalam hal ini diturunkan pangkat. [Kami] menggunakan PP nomor 94 tahun 2010 mengenai ASN,” kata Sri Mulyani.
Ketika belum menerima surat dengan detail angka Rp300 triliun, Sri Mulyani menyatakan tanggapan mengenai jumlah transaksi mencurigakan tersebut muncul kembali.
“Makanya waktu hari Sabtu saya dengan pak Menko melakukan statement publik, saya menyampaikan sampai dengan hari Sabtu yang lalu itu kita belum menerima surat dari PPATK yang berisi angka,” tuturnya.
Dia mengungkap Kepala PPATK baru mengirimkan surat berisi nilai transaksi pada 13 Maret. "Waktu saya dengan Pak Menko [Mahfud MD] menyampaikan di Kementerian Keuangan adalah tanggal 11 Maret itu kita belum menerima. Kami baru menerima surat kedua dari kepala PPATK Nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023,” ujar Menkeu.
Surat kedua tersebut berisi rekapitulasi data hasil analisis dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan pada periode 2009-2023. Pada surat tersebut terlampir daftar 300 surat dengan nilai transaksi Rp349 triliun.
Menkeu sebut tak ada nama pegawai Kemenkeu
Sri Mulyani mengatakan 65 surat dari total 300 surat tersebut berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada di dalamnya pegawai Kementerian Keuangan.
"Jadi ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau orang lain. Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, terutama menyangkut ekspor impor, maka kemudian dia dikirimkan oleh PPATK kepada kami,” kata Menkeu.
Melalui surat tersebut, PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, meliputi perdagangan ataupun pergantian properti yang ditengarai mencurigakan dan kemudian dikirimkan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi.
Sementara itu, 99 surat dari total 300 surat tersebut adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi 74 triliun.
"Sedangkan ada 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil karena yang tadi 253 plus 74 itu sudah lebih dari 300 triliun,” ujarnya.