Jakarta, FORTUNE - Peluncuran Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1 berlangsung sukses. Satelit multifungsi milik Indonesia itu akan menempati orbit 146°BT tepat di atas Pulau Papua.
Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika, Mahfud MD, menyatakan Satelit Republik Indonesia-1 (Satria-1) adalah satelit internet pertama milik Indonesia yang berhasil diluncurkan.
"Ini adalah satelit internet pertama milik Indonesia yang diluncurkan oleh roket Falcon 9 milik SpaceX dari landasan Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat," kata Mahfud dalam keterangan pers melalui video, Senin (19/6).
Dia mengatakan Satria-1 sukses meluncur pada pukul 18.21 waktu Florida, AS, atau pukul 05.21 WIB. Satelit Satria-1 itu akan membantu Pemerintah Indonesia dalam pemerataan akses layanan internet, khususnya di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terluar (3T).
"Satria-1 ini untuk memeratakan akses internet, terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, layanan publik, masyarakat, untuk TNI, Polri di seluruh Tanah Air, khususnya di 3T," ujarnya.
Mahfud kembali menyinggung kabar Satria-1 yang tidak bisa beroperasi karena adanya kasus dugaan korupsi BTS 4G yang melibatkan Mantan Menkominfo, Johnny G Plate. Menurutnya dua hal tersebut merupakan proyek yang berbeda dan tidak ada hubungannya.
"Saya ingin membantah pendapat yang mengatakan Satria-1 tidak ada gunanya, karena jaringan di Bumi tidak bisa tersedia berhubung ada kasus BTS 4G yang ditangani Kejaksaan Agung. Sekali lagi saya tegaskan ini tidak ada hubungannya dengan kasus BTS 4G," kata Mahfud.
Spesifikasi Satelit Satria-1
Satelit Satria-1 berkapasitas 150 Gbps dan memiliki teknologi very high throughput satellite (VHTS) ini punya tinggi sekitar 6,5 meter, bobot 4,5 ton, kapasitas 150 Gbps, dengan masa hidup hingga 15 tahun.
Tidak seperti rencana awal, satelit Satria-1 yang semula difungsikan untuk menghadirkan akses internet di 150.000 titik diubah menjadi 50.000 titik.
Pertimbangan perubahan titik layanan internet itu karena kebutuhan masyarakat akan akses ke dunia maya terus mengalami peningkatan, sehingga tidak cukup jika pada setiap titiknya hanya disediakan 1 Mbps. Nantinya, setiap fasilitas layanan publik dapat menikmati kecepatan internet sekitar 4 Mbps.
Masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional
Satelit Satria-1 merupakan proyek strategis nasional seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Nilai proyek satelit Satria US$545 juta, terdiri dari porsi ekuitas US$114 juta atau setara Rp1,61 triliun dan utang US$431 juta atau sekitar Rp6,07 triliun.
Untuk pinjaman US$431 juta, pendanaannya bersifat sindikasi dari BPI France dan didukung oleh Banco Santander, HSBC Continental Europe, serta The Korea Development Bank (KDB). Di antara utang itu, terdapat porsi pinjaman komersial yang didanai KDB bersama Asian Infrastructure Investment Bank.
Proyek satelit Satria menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Badan usaha yang menjalankan adalah PT Satelit Nusantara Tiga (SNT), perusahaan yang dibentuk hasil pemenang tender yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera.
Penetapan lelang konsorsium ini dilakukan pada 26 April 2019. Tahap pemenuhan pembiayaan proyek diumumkan pemerintah pada akhir Februari 2021. Untuk konstruksi, dilakukan pabrikan satelit asal Perancis, Thales Alenia Space.