Jakarta, FORTUNE - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merespons protes sebagian warga Pulau Rempang, Kepulauan Riau, yang menolak dipindahkan untuk wilayah terdampak pembangunan Rempang Eco City.
Dia mengingatkan agar penanganan di lapangan harus dilakukan dengan cara-cara yang humanis dan tidak menggunakan kekerasan.
“Proses penanganan rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik. Dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknyalah. Kita ini kan sama-sama orang kampung. Jadi kita harus bicarakan,” kata Bahlil dalam keterangan pers, Senin (18/7).
Bahlil sebelumnya mengadakan Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan di Kawasan Pulau Rempang bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Dalam Negeri, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri), Wakil Jaksa Agung, Gubernur Kepulauan Riau, Wali Kota Batam, dan pejabat daerah yang tergabung dalan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kepulauan Riau dan Kota Batam pada kemarin siang (17/9). Koordinasi ini dilakukan menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah di Pulau Rempang.
Tahap awal Group Xinyi akan masuk
Dengan luas 17.000 hektare, Pulau Rempang akan direvitalisasi menjadi kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.
Bahlil mengatakan, dari total luasan Pulau Rempang yang bisa dikembangkan hanya 7000 hektare. Sebab, sekitar 10.000 hektare masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
“Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektare,” ujar Bahlil.
Untuk tahap awal, kawasan ini telah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Cina, Xinyi Group, yang berencana akan berinvestasi US$11,5 miliar atau setara Rp174 triliun hingga 2080.
Pemerintah siapkan tempat tinggal pengganti
Terkait dengan penyiapan lahan pergeseran pemukiman warga, Bahlil menyatakan pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6–7 bulan.
Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara.
“Pertama, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga. Yang kedua adalah rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp120 juta. Dan yang ketiga adalah uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta,” ujarnya.
Investasi di Rempang harus tetap jalan
Bahlil juga menyebut bahwa rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat.
Menurutnya, investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
“Investasi itu bukan seperti menanam buah dari sebuah pohon. Kita ini berkompetisi. FDI (Foreign Direct Investment) global terbesar itu sekarang ada di negara tetangga, bukan di negara kita. Ini kita ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” ujar Bahlil.
Bahlil juga menyampaikan bahwa akan banyak kerugian yang akan dirasakan, baik dari segi pendapatan pemerintah maupun perekonomian masyarakat jika potensi investasi tersebut tidak berhasil direalisasikan.
“Ini investasinya total Rp300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang,” ujar Bahlil.