Jakarta, FORTUNE – Nestle Indonesia memberikan klarifikasi atas penarikan produk kopi kemasan Starbucks oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia. Sebelumnya, BPOM menyita produk kopi kemasan saset bermerek dagang Starbucks tanpa izin edar resmi pemerintah Indonesia.
Nestle Indonesia mengatakan produk kemasan bermerek Starbucks dengan varian Toffee Nut Latte, Cappuccino, White Mocha, Caramel Latte, Caffe Latte, dan Vanilla Latte dengan ukuran masing-masing 23 gram tidak diimpor oleh PT Nestle Indonesia maupun PT Sari Coffee Indonesia.
Nestle Indonesia juga menegaskan bahwa semua produk yang dipasarkan di Indonesia oleh PT Nestle Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia memiliki izin distribusi dan telah disetujui BPOM.
"PT Nestle Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia berkomitmen untuk menjadikan kualitas, keamanan dan integritas produk kami menjadi prioritas utama," kata Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia, Sufintri Rahayu, dalam pernyataannya, Jumat (30/12).
Pada Senin (26/12), BPOM RI menggelar jumpa pers "Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023" di Jakarta. Laporan tersebut menyebutkan bahwa BPOM menyita produk kopi kemasan kantong bermerek dagang Starbucks tanpa izin edar resmi pemerintah di Indonesia.
Produk tersebut diedarkan di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Keenam kopi kemasan itu diimpor dari Maslak-Istanbul, Turki, dengan masa berlaku hingga 24 Oktober 2023.
Produk yang melanggar aturan mencapai nilai Rp666 juta
Selain itu, BPOM melaporkan 66.113 produk makanan dan minuman (pangan) tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu kedaluwarsa, tanpa izin edar (TIE), dan rusak. Penganan melanggar aturan tersebut mencapai 3.955 jenis dengan total nilai keekonomian Rp666,9 juta.
Pengawasan pangan olahan ini dilakukan sejak 1 Desember 2022 hingga 4 Januari 2023. Pada momen Natal dan Tahun Baru, kata Kepala BPOM Penny K. Lukito, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pangan untuk membuat kue, makanan ringan, minuman, keik, cokelat merupakan jenis-jenis pangan yang meningkat permintaannya sehingga BPOM meningkatkan pengawasan.
Penny mengungkapkan sebagian besar atau 86,17 persen produk tersebut ditemukan pada sarana ritel, dan sebagian kecil lainnya ditemukan di gudang distributor dan importir. Temuan pangan tanpa izin edar terbanyak sesuai dengan wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM adalah di Tarakan, Rejang Lebong, Tangerang, Banjarmasin, dan Jakarta.
Produk tanpa izin edar ini terbanyak berasal dari Malaysia, Singapura, Cina, India, dan Korea Selatan.
“Dari Eropa dan Amerika ada, tapi jumlahnya sedikit,” ujarnya.