Jakarta, FORTUNE - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Djoko Setijowarno, mengatakan pemberlakuan tarif baru ojek online membuat pengguna jasanya mengurangi penggunaan. Bahkan, tidak sedikit yang berpindah ke angkutan lain. Menurutnya, banyak konsumen belum memahami perincian biaya jasa atau tarif ojek online yang dikenakan.
“Penyesuaian (kenaikan) tarif ojek online yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM cukup dirasakan oleh masyarakat. Namun sebagian masyarakat memahami bahwa kenaikan tarif bertujuan untuk kesejahteraan pengemudi,” kata Djoko dalam keterangannya, Minggu (9/10).
Berdasarkan hasil survel Badan Kebijakan Transportasi 2022, khalayak menyatakan tarif yang berlaku wajar adalah sebesar 52,32 persen. Reaksi terhadap biaya jasa (tarif) terbaru, sebanyak 49,76 responden memilih tetap menggunakan ojek online, sedangkan mayoritas atau 50,24 persen responden memilih mengurangi frekuensi penggunaan transportasi itu.
Pengguna jasa ojek online didominasi oleh pria (53 persen), pekerjaan sebagai karyawan swasta (35,40 persen) dan pendapatan per bulan terbanyak di bawah Rp3 juta.
Dari segi pengeluaran, kebanyakan menghabiskan dalam kisaran Rp10 ribu–Rp25 ribu dengan porsi 51,41 persen, sedangkan untuk pemesanan ojek online kurang dari Rp25 ribu mencapai 41,47 persen untuk transportasi lainnya.
Kebanyakan masyarakat mengaku menggunakan ojek online karena lebih praktis dengan porsi responden 37,29 persen dan lebih cepat 32,28 persen.
Dinilai sebagai bisnis gagal
Djoko mengatakan ada beberapa masukan dari masyarakat, terutama kesejahteraan para pengemudi ojek online. Dia menilai pengeluaran pengemudi lebih besar daripada penghasilannya.
“Transportasi daring bisnis gagal. Drivernya kerap mengeluh dan demo. Sementara pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar,” ujarnya.
Kegagalan bisnis transportasi daring, kata Djoko, telah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya. Sekarang, pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8 -12 jam sehari. Selama sebulan pun tidak ada hari libur selayaknya mengacu kepada aturan ketenagakerjaan yang telah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja.
Padahal, “janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016, [penghasilan driver bisa] mencapai Rp8 juta per bulan. Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup,” ujarnya.
Aplikasi paling banyak digunakan
Aplikasi yang paling sering digunakan oleh pengguna ojek online adalah Gojek (59,13 persen), diikuti Grab (32,24 persen), Maxim (6,93 persen), InDriver (1,47 persen), dan lainnya (0,23 persen). Sistem pembayaran yang disukai tunai dan uang elektronik (41,69 persen), uang elektronik (32,53 persen), dan tunai (25,69 persen). Frekuensi menggunakan ojek online per minggu terbanyak 1–3 hari (50,24 persen).
Pengemudi ojek online dodominasi oleh pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20–30 tahun (40,63 persen) serta lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari 1 tahun (39,38 persen). Status sebagai pekerjaan utama 54 persen dan sebagai pekerjaan sampingan 46 persen.