Jakarta, FORTUNE – Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT) masih dibahas Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan akan segera ditindaklanjuti pemerintah setelah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut Menteri ESDM, Arifin Tasrif, ada tiga isu strategis yang menjadi perhatian publik dan perlu untuk dibahas, serta harus diputuskan dalam penyusunan RUU EBT. Pertama, ruang lingkup pengaturan dalam RUU EBT, mencakup energi baru dan energi terbarukan atau hanya energi terbarukan. Lalu, adalah usaha penghilangan hambatan atas regulasi yang mengganjal pengembangan EBT dan pengaturan mekanisme penyaluran yang lebih memberikan ruang bagi kerja sama penyediaan dan pemanfaatan EBT antar badan usaha.
Ketiga, pengaturan standar portofolio EBT dan perdagangan karbon dalam substansi RUU EBT.
Hal ini akan sejalan dengan ketentuan mengenai pajak karbon dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan ketentuan mengenai nilai ekonomi karbon dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
Berikan kepastian hukum
Beleid ini diharapkan dapat menyelaraskan Peraturan Perundangan terkait, memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBT, menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor EBT, serta dapat mengoptimalkan sumber daya EBT dalam mendukung pembangunan industri dan ekonomi nasional.
"Kami mendukung substansi pokok sebagaimana telah dirumuskan dalam RUU EBT seperti pengaturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang disesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri serta memperhatikan competitiveness harga EBT," kata Arifin dalam keterangannya, Selasa (14/12).
Peningkatan bauran EBT
Pemerintah ingin menggenjot target pemanfaatan EBT dalam Bauran Energi Nasional sebesar 23 persen pada 2025. Sebab, hingga kini bauran EBT masih 11 persen.
Kementerian ESDM sedang mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik PLTS Atap skala kecil, PLTS Terapung, maupun PLTS dengan skala besar yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mempercepat pembangunan EBT, .
"Rencana pengembangan PLTS terdiri dari pengembangan PLTS Atap dengan target 2025 sebesar 3,61 giga watt (GW). PLTS terapung berpotensi dikembangkan sebesar 26,65 GW, serta PLTS Skala Besar ditargetkan sampai dengan 2030 mencapai 4,68 GW," ujarnya.
Kementerian itu juga menetapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030. Dalam Green RUPTL akan ada penambahan kapasitas EBT sebesar 20,9 gigawatt-jam, yang nantinya dikembangkan secara merata di semua sistem kelistrikan dengan memerhatikan neraca daya sistem.
RUPTL ini membuka peran independent power producer (IPP) lebih besar termasuk dalam pengembangan pembangkit berbasis EBT, yakni 63,7 persen dari total 4.680 megawatt peak (MWP) pembangkit listrik tenaga surya. Khusus untuk PLTS on-grid, swasta akan mengembangkan 54,4 persen dari total 3.236 MWP.
RUPTL tidak lagi memuat rencana PLTU baru kecuali yang sudah committed dan dalam pembangunan.