Jakarta, FORTUNE - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan akan melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo dalam melakukan hilirisasi komoditas. Kendati demikian, rencana ini membutuhkan investasi yang sangat besar.
"Kebutuhan investasi US$545,3 miliar hingga 2040. Memang [besar], tapi itu realitasnya," kata anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Hari Wibowo, dalam diskusi kebijakan hilirisasi dan dampak lingkungan yang diselenggarakan CSIS Indonesia, Rabu (6/12).
Dradjad mengatakan investasi itu ditujukan untuk delapan bagian, dengan perincian: sektor mineral dan batu bara US$431,8 miliar, sektor minyak dan gas bumi US$68,1 miliar, dan sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan US$45,4 miliar.
"Kita hitung simulasinya dengan konsorsium yang diminta menyusun road map," ujarnya.
Selain itu, terdapat pula 21 komoditas prioritas hilirisasi, yang di antaranya adalah batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, sawit, hingga garam.
Dradjad mengatakan detail investasi dan komoditas prioritas itu bukti cakupan hilirisasi luas, dan pandangan soal cakupan yang saat ini dinilai sempit, kata dia, karena baru akan dimulai.
“Ini 10 tahun setelah Undang-Undang Minerba baru jalan. Tentu ini ada tahapannya, tapi harus jalan,” katanya.
Kelanjutan kebijakan era Presiden SBY
Kebijakan ini, menurut Dradjad, adalah lanjutan darii kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Undang-Undang (UU) Minerba yang disusun pada era pemerintahan tersebut mengamanatkan negara untuk melakukan hilirisasi sumber daya alam (SDA).
"Kebetulan saya anggota [panitia khusus] di Undang-undang Minerba. Kita bikin di situ memerintahkan negara untuk melakukan hilirisasi. Itu perintah undang-undang," ujarnya.
Dradjad menjelaskan dalam pembahasan UU Minerba di Panitia Khusus (Pansus) kala itu, banyak tekanan dari wakil-wakil perusahaan asing di Indonesia, termasuk dari Amerika Serikat. Mereka pada intinya mempertanyakan alasan Indonesia harus membangun industri hilir.
Tetapi, seluruh anggota Pansus dari perwakilan partai-partai di DPR tidak ada yang menolak rancangan undang-undang tersebut.
"Seingat saya, undang-undang tersebut itu akhirnya disetujui secara aklamasi yang diketok secara aklamasi, tidak ada penolakan," kata Dradjad.
Dengan demikian, terlihatlah bahwa sebenarnya kebijakan hilirisasi yang digembar-gemborkan pemerintahan Joko Widodo merupakan jejak dari kebijakan pemerintahan sebelumnya. “Itu pun masih perlu waktu panjang baru kemudian kita bisa masuk ke Hilirisasi Nikel. Jadi, ini bukan proses yang pendek,” katanya.