Bank Indonesia (BI) mencatat data penjualan Properti Residensial pada triwulan III-2024. Pada data terbaru tersebut, penjualan properti residensial di pasar primer secara tahunan (year-on-year/YoY) mengalami penurunan 7,14 persen.
Sedangkan, pada posisi triwulan II-2024 data penjualan properti residensial justru tumbuh 7,30 persen YoY.
Penurunan penjualan rumah terjadi pada tipe rumah kecil dan menengah masing-masing terkontraksi 10,05 persen YoY dan 8,80 persen YoY. Sementara tipe besar masih tumbuh, namun melambat dari 27,41 persen YoY menjadi 6,83 persen YoY.
Secara triwulanan, penjualan rumah juga mengalami penurunan. Penjualan rumah primer pada triwulan III-2024 turun 7,62 persen (quarter-to-quarter/QtQ), melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 12,80 persen QtQ.
Adapun, BI mencatat penurunan penjualan rumah selama triwulan III-2024 terjadi pada seluruh tipe rumah.
Tipe kecil dan menengah masing-masing terkontraksi 9,80 persen QtQ dan 5,25 persen QtQ, namun tidak sedalam kontraksi pada triwulan II-2024. Sementara itu penjualan rumah tipe besar yang sebelumnya masih tumbuh 5,08 persen QtQ, menjadi terkontraksi 4,47 persen QtQ pada triwulan III-2024.
Berdasarkan riset BI, sejumlah faktor yang menghambat pengembangan dan penjualan properti residensial adalah kenaikan harga bangunan yakni mencapai 38,98 persen, masalah perizinan 27,33 persen, proporsi uang muka tinggi pada pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 18,53 persen, dan perpajakan 15,61 persen.
Sementara itu, dalam riset BI menunjukkan bahwa tingginya suku bunga KPR dianggap tidak menghambat pengembangan dan penjualan properti. Hal ini tecermin dari tren perlambatan suku bunga KPR, di mana pada triwulan III-2024 realisasi suku bunga KPR sebesar 7,46 persen.
Dari sisi konsumen, mayoritas pembelian rumah primer dilakukan dengan cara KPR, dengan pangsa pasar sebesar 75,80 persen.
Selanjutnya, pembelian rumah primer melalui pembayaran tunai bertahap dan tunai masing-masing memiliki pangsa pasar 17,24 persen dan 6,96 persen.