PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal dengan nama Sritex resmi diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober lalu. Keputusan ini berdasarkan gugatan dari PT Indo Bharat Rayon.
Setelah dinyatakan pailit, Sritex mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada hari Jumat, 25 Oktober 2024. Namun, MA secara resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan emiten tekstil SRIL itu pada Rabu 18 Desember 2024 dengan Nomor Perkara Pengadilan Tk. 1 adalah 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Terlepas dari itu, sebenarnya PT Indo Bharat Rayon perusahaan apa? Berikut Profil PT Indo Bharat Rayon yang menggugat Sritex selengkapnya.
Profil PT Indo Bharat Rayon
PT Indo Bharat Rayon (IBR) merupakan salah satu perusahaan pelopor dalam produksi serat viskosa staple (viscose staple fibre/VSF) di Indonesia. PT IBR merupakan yang pertama meraih sertifikasi ISO 9002 dan ISO 14001, serta sertifikasi OEKO-TEX dari BTTG, Eropa.
Indo Bharat Rayon didirikan pada 1980 dengan pabriknya terletak di Purwakarta, Jawa Barat. IBR memulai produksi komersial pada 1986, dengan kapasitas awal sebesar 16.500 ton per tahun.
Melalui investasi strategis untuk ekspansi selama bertahun-tahun, saat ini kapasitas produksi Indo Bharat Rayon telah mencapai lebih dari 200.000 ton per tahun. Kemampuan produksi tersebut menjadikan PT IBR sebagai produsen VSF terbesar kedua di dunia. Adapun IBR memproduksi VSF untuk keperluan tekstil dan non-woven.
Dipasarkan dengan merek Birla Cellulose, PT IBR memproduksi berbagai jenis VSF dengan spesifikasi yang dirancang untuk aplikasi tekstil dan non-woven. Selain itu, perusahaan juga memproduksi bahan kimia seperti natrium sulfat anhidrat dan asam sulfat.
Natrium sulfat anhidrat banyak digunakan dalam industri deterjen, kaca, pewarnaan tekstil, serta pulp dan kertas, baik di pasar domestik maupun internasional.
Saat ini, Indo Bharat Rayon juga tidak hanya fokus pada pangsa pasar domestik, tetapi melayani berbagai pelanggan di Amerika Serikat (AS), Eropa, Turki, Jepang, Korea, China, Maroko, Filipina, dan Malaysia.
Berapa utang Sritex ke Indo Bharat Rayon?
Dilansir keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 25 Oktober 2024, awal mula gugatan IBR ke Sritex karena Indo Bharat Rayon menyatakan bahwa Sritex dan entitas anak usahanya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi pada 25 Januari 2022.
Dijelaskan lebih lanjut, IBR merupakan salah satu kreditor utang dagang Sritex. Adapun seluruh kreditor tercantum dalam utang usaha dengan pihak ketiga.
Sritex menjelaskan bahwa perseroan masih memiliki nilai utang tersisa sebesar Rp101,3 miliar kepada IBR. Hal itu berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian per 30 Juni 2024 yang mencerminkan 0,38 persen dari nilai total utang Sritex.
Dalam penjelasannya di Pengadilan Negeri Semarang, IBR mengeklaim tidak menerima pembayaran kewajiban Grup Sritex berdasarkan Homologasi sejak Juli 2023. Pembayaran tersebut berupa cicilan bulanan sejumlah 17.000 dolar AS dan/atau akan dilunaskan secara penuh pada tanggal jatuh tempo.
Grup Sritex memandang bahwa ketentuan tersebut tidak bersifat kumulatif dan dalam keterbukaan informasi BEI, Sritex mengaku telah melakukan pembayaran lebih daripada ketentuan minimum yang ditentukan dalam Putusan Homologasi.
Demikianlah profil PT Indo Bharat Rayon yang menggugat PT Sritex hingga sekarang dinyatakan pailit.