YLKI Minta Kenaikan PPN 12% Ditunda: Jaga Daya Beli Rakyat

PPN 12% dinilai tak selaras dengan situasi ekonomi saat ini

YLKI Minta Kenaikan PPN 12% Ditunda: Jaga Daya Beli Rakyat
ilustrasi tax (unsplash.com/ Tingey Injury Law Firm)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • YLKI menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025.
  • Kenaikan PPN dianggap tidak relevan dengan situasi sosial dan ekonomi saat ini, dan diprediksi akan memperburuk daya beli konsumen serta lesunya roda ekonomi.
  • Pemerintah dinilai perlu fokus pada Cukai Rokok dan MBDK sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat.

Plt Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025.

Ia menilai, kebijakan tersebut akan memberi beban tambahan bagi masyarakat di tengah menghadapi kesulitan ekonomi.

YLKI menyoroti, meskipun kenaikan PPN pada dasarnya diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), situasi sosial dan ekonomi saat ini membuat kebijakan tersebut tidak relevan.

“Di masa masyarakat mengalami penurunan pendapatan, dan kenaikan harga kebutuhan pokok, menaikkan PPN dipastikan memberatkan rakyat,” ujar dia dalam keterangan resmi, Jumat (22/11).

Kenaikan PPN yang sudah terjadi sebelumnya pada April 2022, dari 10 persen menjadi 11 persen, masih dirasakan berat oleh masyarakat. Jika PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.

Dalam analisis YLKI, masyarakat kemungkinan akan menunda atau bahkan membatalkan pembelian barang-barang yang dikenakan PPN tinggi, seperti barang elektronik, pakaian, dan peralatan rumah tangga. Dampaknya, dunia usaha dan industri pun akan terimbas, dengan penurunan penjualan yang berujung pada lesunya roda ekonomi.

Di sisi lain, selain dari PPN yang merugikan rakyat, pemerintah justru membatalkan atau tidak menaikkan Cukai Rokok dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang seharusnya bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat.

Penerapan Cukai Rokok dan MBDK juga memiliki manfaat ganda, yaitu meningkatkan pendapatan dan mengendalikan dampak kesehatan. Oleh karena itu, kebijakan yang lebih rasional dan berimbang perlu diambil oleh pemerintah.

YLKI mengusulkan agar pemerintah menangguhkan atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 Persen. Langkah ini dianggap sebagai solusi yang lebih bijaksana dalam melindungi daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya