Jakarta, FORTUNE - Ikhtisar hasil pemeriksaan semester I-2024 (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap 1.045 permasalahan ketidakpatuhan. Dari total tersebut, 653 di antaranya berdampak secara keuangan dengan total nilai Rp5,03 triliun.
Dalam penjelasannya, auditor keuangan negara itu membeberkan bahwa masalah ketidakpatuhan yang berdampak finansial mencakup ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, sebanyak 469 permasalahan dengan nilai Rp1,12 triliun; potensi kerugian sebanyak 41 permasalahan dengan nilai Rp466,11 miliar; serta kekurangan penerimaan sebanyak 142 permasalahan dengan nilai Rp3,44 triliun.
Atas permasalahan ketidakpatuhan tersebut, selama proses pemeriksaan entitas terkait baru menindaklanjuti dengan menyerahkan aset dan/atau menyetorkan uang ke kas negara Rp854,42 miliar.
Sementara itu, BPK merekomendasikan kepada pimpinan kementerian atau lembaga (K/L) terkait untuk menginstruksikan para pejabat dan pelaksana yang terlibat agar lebih teliti dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya. Peningkatan pengawasan dan pengendalian diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, terutama dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, pihak-pihak yang terlibat diminta untuk mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran dengan menyetorkannya ke kas negara dan menagih kekurangan penerimaan yang menjadi hak pemerintah. Tindakan ini perlu diiringi dengan peninjauan ulang terhadap pertanggungjawaban belanja.
Lebih lanjut, BPK juga menekankan pentingnya optimalisasi dalam pengendalian dan pengawasan terhadap penatausahaan Barang Milik Negara (BMN). Kementerian atau lembaga terkait diharapkan segera mengambil langkah strategis guna mengamankan aset-aset negara, termasuk menyusun perjanjian yang mengatur penggunaan serta pemanfaatan BMN agar lebih terarah dan transparan
Perincian Kekurangan Penerimaan
Secara terperinci, kekurangan penerimaan senilai Rp3,44 triliun terjadi pada 52 kementerian atau lembaga (K/L).
Dari total tersebut, terdapat denda keterlambatan pekerjaan yang belum dipungut/diterima pada 36 K/L, yang mencakup 57 permasalahan dengan total nilai Rp2,20 triliun.
Ini terdiri atas denda keterlambatan yang belum dipungut/diterima pada kepolisian, mencakup pengadaan tiga set peralatan selam beserta kelengkapannya pada Korbrimob; serta pengadaan pada Korsabhara. Dua permasalahan ini menyebabkan kekurangan penerimaan senilai Rp20,92 miliar. Sisanya, yakni 35 K/L, mencakup 55 permasalahan dengan total nilai Rp2,18 triliun.
Kemudian, sekitar Rp1,21 triliun lainnya berupa kekurangan penerimaan selain denda keterlambatan yang belum dipungut/diterima, terjadi pada 35 K/L dan mencakup 70 permasalahan.
Kekurangan penerimaan selain denda keterlambatan tersebut terjadi pada Kementerian Perhubungan, yang mencakup tiga permasalahan dengan total nilai Rp6,52 miliar. Ini terdiri atas:
- Denda atas penyelenggaraan kegiatan angkutan perairan pelabuhan dengan menggunakan kapal perintis dan kapal milik negara belum dikenakan kepada PT PELNI.
- Kekurangan PNBP Penggunaan Perairan pada Ditjen Perhubungan Laut.
Selanjutnya, kekurangan penerimaan selain denda keterlambatan juga terjadi pada 34 K/L lainnya, mencakup 67 permasalahan dengan total nilai Rp1.208,85 miliar.
Di luar kekurangan penerimaan dan denda keterlambatan yang belum dipungut, permasalahan kekurangan penerimaan lainnya juga terjadi pada 8 K/L, antara lain kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah dan pengenaan tarif pajak PNBP yang lebih rendah dari ketentuan. Ini mencakup 15 permasalahan dengan nilai Rp24,33 miliar.