Jakarta, FORTUNE - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengaku tidak kuasa mengawasi realisasi anggaran kementerian/lembaga hingga ke tingkat daerah.
Kondisi tersebut, menurutnya, membuat banyak anggaran dipergunakan tidak sesuai dengan tema kegiatannya.
Ia mencontohkan adanya anggaran penanganan tengkes alias stunting yang dipergunakan untuk perbaikan pagar musala dan anggaran revolusi mental yang malah digunakan untuk pembelian motor trail.
"Saya bilang ada hubungannya memang? Motor trail untuk jalan-jalan. Tapi kami tidak kuasa. Kami seperti mengalami 'ketindihan teknokratik': kami mengerti, tapi tidak bisa bergerak. Jadi, kewenangannya yang harus diperbaiki karena anggarannya tidak di kami," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (13/6).
Menurut Suharso, alokasi anggaran kementerian/lembaga hingga penajaman program kadang dibahas kementerian/lembaga bersama Kementerian Keuangan, tetapi tidak tidak dilaporkan kepada Bappenas. "Pembahasan] di K/L langsung, kemudian di Kementerian Keuangan," katanya.
Suharso mengatakan Bappenas berencana untuk tidak lagi mengakomodir anggaran-anggaran tidak relevan tersebut ke depan dengan melakukan klasifikasi yang sesuai dengan programnya. Dia juga berharap mendapat dukungan Komisi XI agar tidak lagi ada toleransi bagi anggaran yang tidak jelas atau kurang tepat peruntukannya.
"Kalau tahun lalu mungkin baru 10–20 persen, sekarang 30 persen. Tahun 2024 ini dan ke depan tidak bisa lagi. Kemarin masih ada toleransi. Kami ingin zero tolerance. Kalau didukung silakan, karena kadang-kadang komisi lain pun nyeruduk ke tempat kami, [dan mengatakan] "Pak, kenapa kok menterinya tidak dapat," ujarnya.
Bias penentuan sasaran program
Di Kementerian PPN/Bappenas sendiri, ada ribuan program anggaran yang masuk dalam kategori prioritas. Namun, tiap program tersebut masuk ke sejumlah klasifikasi dan dibagi berdasarkan pendekatan spesifik dan sensitif.
"Spesifik itu karena dilakukan langsung Kementerian Kesehatan kepada targeted group. Sensitif itu artinya ada K/L yang lain ikut, misalnya KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan] belanja ikan untuk stunting, PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat] memperbaiki airnya," kata Suharso.
Tantangan yang terjadi saat menentukan atau menetapkan target anggaran adalah sering kali terjadi bias pada penetapan besaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan program prioritas. Ini, misalnya, terjadi pada program penanganan stunting yang sifatnya multitagging. Maksudnya, anggaran sering kali lebih banyak dialokasikan untuk pelaksanaan program yang tidak terlalu relevan dengan program prioritas.
"Kami tidak mau lagi ke depan multitagging. Kami cuma mau single tag. Karena kalau multitagging di mana-mana kejadiannya seperti ini. Itu kami ingin mencoba menghindar supaya yang banyak itu enggak lagi karu-karuan seperti itu," ujarnya.