Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan melaporkan bahwa Apbn 2024 mengalami defisit hingga Rp153,7 triliun atau -0,68 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) pada akhir Agustus lalu.
Kondisi tersebut disebabkan oleh belanja negara yang lebih besar—mencapai Rp1.930,7 triliun—dari penerimaan negara, yang baru mencapai Rp1.777,0 triliun.
Dalam paparannya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan persentase belanja negara pada akhir Agustus telah mencapai 58,1 persen dari pagu APBN, dan mengalami pertumbuhan 15,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya (yoy).
Sementara itu, pendapatan negara telah mencapai 63,4 persen dari target APBN, dan mengalami pertumbuhan 2,5 persen yoy.
"Keseimbangan primer kita masih dalam posisi dengan status surplus Rp161,8 triliun. Ini adalah kinerja akhir Agustus 2024," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Senin (23/9).
Dalam kesempatan sama, Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, mengatakan jumlah penerimaan negara yang mencapai Rp1.777,0 trilun terdiri dari penerimaan pajak Rp1.196,54 triliun, kapabeanan dan cukai Rp183,2 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp383,3 triliun.
Dalam pada itu, penerimaan pajak mencapai 60,16 persen dari target APBN, bea dan cukai 57,1 persen dari target, dan PNBP 78,0 persen dari target.
"Dari sisi penerimaan pajak terdapat berita positif bahwa penerimaan negara mampu menjaga momentum pertumbuhan yang sudah tercipta selama dua bulan sebelumnya," ujarnya seraya berharap tren tersebut akan tetap berlangsung pada bulan selanjutnya.
Masih berkaitan, Wakil Menteri Keuangan I, Suahasil Nazara, menyampaikan bahwa dari jumlah belanja negara yang sempat disebut di muka, Rp1.368,5 triliun di antaranya merupakan belanja pemerintah pusat (BPP).
Hingga Agustus lalu, BPP mencapai 55,5 persen dari pagu APBN dan mengalami kenaikan 16,9 persen dari periode sama tahun sebelumnya.
BPP terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) yang mencapai Rp703,3 triliun atau 64,5 persen dari pagu anggaran.
"[BPP] dipengaruhi penyaluran berbagai program bansos, pembangunan infrastruktur, sarana prasarana, pertahanan dan keamanan, dan dukungan pelaksanaan Pemilu," kata Suahasil.
Sementara itu, belanja non-K/L mencapai Rp665,2 triliun atau 48,3 persen dari pagu APBN 2024. Belanja jenis ini dipengaruhi oleh realisasi subsidi/kompensasi energi dan pembayaran melalui manfaat pensiun.