Jakarta, FORTUNE - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Maret 2024 mengalami surplus Rp8,1 triliun. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan kondisi berkelebihan itu setara dengan 0,04 persen produk domestik bruto (PDB).
Nilai surplus diperoleh dari pendapatan negara yang lebih tinggi dari belanja negara.
Hingga akhir Maret 2024, pendapatan negara mencapai Rp620,01 triliun atau setara 22,1 persen dari target perolehan Rp2.802,3 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan tahun lalu (year-on-year/yoy), Penerimaan Negara turun 4,1 persen.
Realisasi belanja negara mencapai Rp611,9 triliun atau setara 18,4 persen pagu anggaran yang sebesar Rp3.325,1 triliun.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, belanja negara tumbuh 18 persen.
Pendapatan negara itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp426,9 triliun atau 20 persen dan terkoreksi sebesar 8,2 persen yoy. Sementara penerimaan PNBP mencapai Rp156,7 triliun, dan tumbuh 10 persen persen yoy.
Sebaliknya, belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp427,6 triliun atau 17,3 persen dari target APBN dan tumbuh 23,1 persen yoy. Sedangkan transfer ke daerah mencapai Rp184,3 triliun atau 21,5 persen dari target APBN dan tumbuh 7,6 persen yoy.
Keseimbangan primer menunjukkan kinerja positif dengan Rp122,1 triliun.
Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.
Dengan demikian, Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (26/4), menyatakan kinerja APBN 2024 hingga triwulan I terbilang cukup baik, didorong oleh belanja dan pendapatan negara yang terkendali.
Kendati begitu, Kementerian Keuangan tetap mewaspadai perlambatan dan normalisasi ke depannya.
"Meski terlihat cukup positif, kita tetap waspada. Karena masuk triwulan II-2024 ada banyak perubahan geopolitik dan ekonomi global yang akan berimbas pada perekonomian seluruh dunia," ujarnya.