Jakarta, FORTUNE - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui Indonesia masih melakukan impor bijih nikel. Menurutnya, meski negeri ini merupakan salah satu pemasok nikel terbesar dunia dan memiliki industri nikel sendiri, impor bijih bukanlah larangan, terlebih untuk memenuhi kebutuhan industri smelter dalam negeri.
"Impor itu sebenarnya enggak haram. Untuk memenuhi stok bahan baku dia, kan, enggak apa-apa," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta, Senin (25/11).
Lagipula, menurut Bahlil, jumlah impor bijih nikel Indonesia saat ini kurang dari 10 persen dari total produksi domestik yang mencapai 157 juta ton per tahun. Lantaran itu, ia tidak mempermasalahkan adanya impor bijih nikel selama hal tersebut tidak dilarang aturan.
"Saya itu takut kalau barang dilarang, [bijih nikel] barang enggak dilarang," katanya.
Di samping itu, menurutnya, impor bijih nikel yang dilakukan Indonesia saat ini hanya melibatkan dua kapal yang mengangkut limonit. Limonit sendiri merupakan jenis nikel berkadar rendah yang jadi bahan baku untuk smelter. "Impor itu menurut saya baru dua kapal kok. Baru dua kapal, dan itu pun limonit," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai Impor Nikel pada Oktober 2024 mencapai US$7,2 juta. Sementara itu, secara kumulatif pada Januari-Oktober 2024, nilai impor nikel Indonesia mencapai US$21,87 juta.
"Ini [yang] kita bandingkan tidak hanya impor. Harus lihat data ekspor nikel. Karena kita adalah eksportir nikel dan salah satu produsen nikel terbesar di dunia," katanya.