Bahlil Ungkap Jurus Pangkas Subsidi LPG 3 Kg Hingga Puluhan Triliun

Kementerian ESDM dorong jargas dan bangun industri baru.

Bahlil Ungkap Jurus Pangkas Subsidi LPG 3 Kg Hingga Puluhan Triliun
Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. (Tangkapan layar)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Subsidi energi gas LPG mencapai Rp60 triliun-80 triliun per tahun, produksi LPG hanya 1,7 juta ton dari kebutuhan 8 juta ton per tahun
  • Pemerintah fokus pada pembangunan industri gas dan optimalkan jaringan gas (jargas) untuk mengurangi impor gas

Jakarta, FORTUNE – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa pemerintah akan membangun industri gas baru untuk menambah suplai liquefied petroleum gas (LPG) domestik yang kini masih bergantung pada impor. Terlebih, kata dia, subsidi energi untuk gas LPG per tahun sangat besar, mencapai Rp60 triliun–80 triliun per tahun.

"Per tahun subsidi gas dari LPG 60 triliun–80 triliun. Itu subsidi kita karena sejak 2006 atau 2007 harga gas tidak pernah dinaikkan. Harga gas Aramco per kg sekitar Rp18.000, tapi rakyat kita beli itu tidak lebih dari Rp5.700 atau Rp6.000 kira-kira," ujarnya dalam acara Rakornas 5 Relawan Pengusaha Nasional (Repnas), Senin (14/10).

Menurut Bahlil, kebutuhan LPG dalam negeri per tahun mencapai 8 juta ton, sementara produksinya hanya mencapai 1,7 juta ton. Artinya, dalam satu tahun, Indonesia bisa mengimpor 6 juta–7 juta ton LPG.

Untuk itu, ke depan pemerintah akan berfokus pada pembangunan industri gas dalam negeri dan mengoptimalkan wilayah kerja migas yang bisa menghasilkan jenis gas C3 (propana) dan C4 (butana).

"Kita segera membangun industri gas untuk kualitas gas yang bisa dikonversi ke LPG, seperti C3 dan C4. Saya sudah menghitung dengan SKK Migas dan Pertamina, kurang lebih ada 1,5 juta–2 juta ton," katanya.

Sisanya, lanjut dia, pemerintah akan mengoptimalkan pembangunan jaringan gas (jargas) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Jargas ini harus kita buat. Kalau tidak, kita impor lagi, impor lagi, lama-lama mati dengan impor kita. Saya kebetulan menganut mazhab kedaulatan; harus kita lakukan, berdiri di atas kaki sendiri," ujarnya.

Saat ini, menurut Bahlil, infrastruktur jaringan gas di Indonesia juga masih sangat minim. Di Jawa Timur, misalnya, realisasi jargas baru mencapai 6 persen, sementara di Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 4 persen dan 2 persen.

"Kenapa? Karena pipanya enggak dibangun. Saya sudah minta Menkeu kemarin, ini pipa-pipa ini harus kita bangun sebagai jalan tol. Supaya biaya yang kita keluarkan untuk membeli gas itu terjangkau," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya