Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) mengingatkan pelaku usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) dan penyedia jasa pembayaran layanan remitansi (PJP LR) untuk tidak terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) menjelang Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan BI Kepri, Suryono, saat menggelar pertemuan dengan pelaku KUPVA BB serta penyedia jasa pembayaran layanan remitansi se-Provinsi Kepulauan Riau.
"Risiko ini harus kami mitigasi," ujar Suryono di Batam, Kepulauan Riau, seperti dikutip Antara, Kamis (9/11).
Pertemuan tersebut merupakan wadah koordinasi penting karena lokasi Provinsi Kepri berbatasan dengan negara-negara tetangga, sehingga meningkatkan risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Selain itu, jumlah kedua kegiatan usaha tersebut berada pada urutan kedua secara nasional di bawah Provinsi DKI Jakarta yang menempati urutan pertama. Jumlah KUPVA BB di Kepri saat ini sebanyak 115 kantor, dan PJP LR sebanyak 60 lembaga.
Dengan menempati urutan tersebut, pihaknya menilai pencegahan dan upaya minimalisir risiko TPPU dan TPPT harus melalui koordinasi berbagai pihak yang terlibat di dalamnya, yakni pemerintah setempat, pelaku usaha, aparat penegak hukum serta masyarakat.
"Sekarang sanksinya jelas, selain berupa teguran tertulis, administrasi dan denda, ada juga sanksi hukuman penjara. Kami berharap menjelang pesta demokrasi 2024, semuanya berjalan baik dan tidak ada pelanggaran," katanya.
Risiko TPPU dan TPPT tinggi
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni Primanto Joewono, mengatakan risiko TPPU dan TPPT di Kepri masih tergolong menengah hingga tinggi mengingat kondisi geografisnya yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga.
Da mengapresiasi BI Kepri yang telah menggelar pertemuan bersama para penyelenggara KUPVA BB serta PJP LR. Pertemuan ini diharapkan menciptakan koordinasi dan sinergi yang tepat sasaran dalam pencegahan TPPU dan TPPT.
"Diperlukan pemahaman dan saling koordinasi antara Bank Indonesia, bersama PPATK, aparat penegak hukum, asosiasi KUPVA BB dan layanan remitansi, serta pihak lainnya," katanya.