Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ketiga dan keempat tahun ini akan tetap kuat seperti dua kuartal sebelumnya.
Pasalnya, berdasarkan pantauan sepanjang Juli hingga hari ini, aktivitas ekonomi domestik terus membaik seiring dengan menurunnya tingkat penularan Covid-19.
"Untuk kuartal ketiga ini kan sudah jalan satu bulan lebih sekarang kita sudah tanggal 8 Agustus, nah dari data-data yang kita lihat, kita lihat bahwa pertumbuhan ekonomi ini kuartal ketiga itu malah lebih baik lagi daripada kuartal kedua," ujarnya dalam taklimat media, Senin (8/8).
Hingga akhir tahun ini, Febrio memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berada di batas atas asumsi pemerintah yang dipatok 5,1 persen sampai 5,4 persen. Ini juga sejalan dengan prediksi dari beberapa lembaga global seperti dana moneter internasional (IMF) yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,3 persen.
Meski demikian, lanjut Febrio, kondisi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global tetap perlu diwaspadai karena akan membawa efek spillover ke dalam negeri. Terlebih, perubahan kondisi global seringkali terjadi dengan cepat dan bukan lagi dengan hitungan bulan, melainkan hari.
Ia mencontohkan, misalnya, harga minyak mentah global yang kini merosot ke bawah US$100 per barel dalam beberapa pekan terakhir. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman September, misalnya, naik 47 sen atau 0,5 persen ke US$89,01 per barel. Meski demikian, secara mingguan harga minyak jenis ini masih anjok 9,7 persen sepekan kemarin.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober menguat 80 sen atau 0,9 persen ke US$94,92 per barel. Tapi, minyak Brent masih melemah 8,7 persen pada sepekan kemarin
"Perubahan-perubahan itu harus kita pantau di samping kita melihat perubahan aktivitas pemulihan ekonomi kita yang sudah jauh di atas pra pandemi artinya aktivitas ekonomi masyarakat itu sudah jauh di atas pra pandemi," jelasnya.
Waspada Inflasi
Hemat Febrio, salah satu faktor penting yang perlu diwaspadai dalam dua bulan kedepan adalah inflasi domestik. Pasalnya, Badan Pusat Statistik mencatat indeks harga konsumen telah mengalami inflasi 4,94 persen di kuartal kedua lalu.
Mengingat kontributor utama inflasi hingga akhir semester lalu berasal dari komoditas volatile food, jelas dia, pemerintah kini fokus pada pengendalian harga pangan strategis yang memberikan dampak langsung ke saya beli masyarakat seperti beras.
Di samping itu, pemerintah juga terus berupaya menjaga inflasi yang berasal dari komoditas energi seperti BBM dan listrik dengan menggelontorkan subsidi jumbo untuk menjaga daya beli masyarakat di tahun ini.
"Nah kita sudah tahu tahun 2022 ini pemerintah sudah menyiapkan Rp500 triliun lebih untuk subsidi energi itu bukan angka yang rendah tapi angka yang sangat tinggi. 500 triliun dan itulah yang membuat inflasi kita masih relatif terjaga dibandingkan dengan banyak negara lain," tuturnya.
Dalam kesempatan sama, Kepala Ekonom BRI Anton Hendarta menuturkan tingkat inflasi volatile food yang meningkat signifikan di bulan Juli memang tak lepas dari faktor musiman seperti hari raya Iduladha.
Namun, jika diperhatikan lebih jauh ada perbedaan cukup signifikan antara inflasi utama dengan inflasi inti yang menunjukkan adanya gangguan pada rantai pasok komoditas. Karena itu lah, ia berha pemerintah dapat mengatasi masalah di sisi suplai tersebut agar target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen tahun ini bisa lebih mudah dicapai.
"Boleh dikatakan ini ada gap yang luar biasa, kalau dari faktor demand inflasinya sekitar 1,8 persen. Tapi karena ada constrain di suplai ada gangguan di suplai maka inflasinya naik jadi 4,9 persen," tandasnya.