BPK Temukan Masalah Perizinan Tambang di Kementerian Investasi

BPK rekomendasikan fitur LKPM pada OSS RBA.

BPK Temukan Masalah Perizinan Tambang di Kementerian Investasi
Ilustrasi penambangan (Unsplash/omid roshan)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • BPK temukan permasalahan pengelolaan perizinan pertambangan mineral dan kehutanan di Kementerian Investasi/BKPM.
  • Pengawasan laporan berkala dari pelaku usaha dalam sistem OSS RBA belum memadai, mengakibatkan informasi tidak akurat kepada publik.
  • Kementerian Investasi/BKPM direkomendasikan untuk mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan administrasi sesuai ketentuan.

Jakarta, FORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan penting dalam pengelolaan perizinan pertambangan minerba (mineral dan batu bara) serta kehutanan pada Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Anggota II BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II, Daniel Lumban Tobing, mengatakan permasalahan tersebut di antaranya adalah belum memadainya pengawasan atas laporan berkala dari pelaku usaha dalam sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA).

"Permasalahan ini cukup krusial karena dapat menghambat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan memberikan informasi yang tidak akurat kepada publik,” ujarnya saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas kepatuhan pengelolaan perizinan pertambangan mineral, batu bara dan kehutanan 2021 hingga triwulan III-2022, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (20/9).

Menurut BPK, akibat permasalahan tersebut profil pelaku usaha sektor pertambangan minerba dan kehutanan tidak mendapat pengkinian secara lengkap dari aspek penilaian kepatuhan administrasi dan kepatuhan teknis. Selain itu, pemilihan objek pemantauan tahun berikutnya oleh sistem OSS RBA tidak melalui parameter hasil penilaian kepatuhan pelaku usaha.

"Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Investasi/Kepala BKPM agar mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan administrasi sesuai ketentuan," ujar Daniel.

Kementerian Investasi/BKPM diharuskan untuk bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam melakukan pengawasan perizinan usaha. Pengawasan ini akan dilakukan secara komprehensif melalui subsistem pengawasan yang akan diintegrasikan secara SSO ke dalam OSS RBA.

Anggota II BPK juga mengungkapkan bahwa pelaporan kegiatan penanaman modal masih belum sepenuhnya memadai, dan penerapan sanksi berupa peringatan tertulis belum dilakukan secara konsisten sesuai aturan yang berlaku.

Akibatnya, data capaian realisasi investasi di sektor kehutanan, mineral logam, dan batu bara yang disampaikan kepada publik tidak dapat diandalkan dan berpotensi menyesatkan para pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.

Karena itu, BPK merekomendasikan Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk mengembangkan fitur Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) pada subsistem pengawasan OSS RBA yang dapat memberikan informasi akurat mengenai nilai realisasi investasi, mengirimkan notifikasi kepada pelaku usaha yang tidak melaporkan LKPM, serta melaksanakan pembinaan dan pengawasan agar pelaku usaha memenuhi kewajiban tersebut.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil