BPS: Harga Komoditas Impor Indonesia Mulai Turun di Juli 2022

Harga urea masih tinggi dan berpengaruh pada NTP Juli 2022.

BPS: Harga Komoditas Impor Indonesia Mulai Turun di Juli 2022
Kepala BPS, Margo Yuwono. (dok. Badan Pusat Statistik)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menuturkan sejumlah harga komoditas pangan utama global yang diimpor Indonesia telah mengalami penurunan. Meski demikian, jika dibandingkan awal tahun, harganya masih relatif lebih tinggi.

Komoditas utama yang dicatat mulai mengalami penurunan di antaranya, gandum, gula, kedelai, serta urea sebagai bahan baku pupuk untuk sektor pertanian. "Harga komoditas global pada bulan Juni ada penurunan meski dari Februari 2022 tetap dalam tren peningkatan," ujar dalam konferensi pers, Senin (1/8).

BPS mencatat, rata-rata harga gandum dunia sepanjang Juni 2022 sebesar US$459,6 per metrik ton. Harga tersebut turun 12,01 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Meski demikian, dibanding Juni 2021, harga tersebut 60,95 persen lebih tinggi

Selanjutnya, harga gula dunia tercatat US$0,42 per kg, turun 2,05 persen dari Juni. Meski demikian, jika dibandi periode sama tahun sebelumnya, meningkat 9,43 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Kemudian, harga urea tercatat US$690 per metrik ton atau 2,4 persen dibandingkan Mei 2022. Namun demikian, tutur Margo, harganya tetap naik 75,4 persen dibandingkan Juni 2021. "Urea adalah input di sektor pertanian sehingga nantinya akan berpengaruh pada nilai tukar petani," kata Margo.

Terakhir, untuk kedelai, tercatat sebesar US$737,1 per metrik ton atau naik 1,79 persen dari bulan sebelumnya. Adapun, jika dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, kenaikan harga kedelai sekitar 19,9 persen

Urea tekan nilai tukar petani

Lebih lanjut, Margo menjelaskan pengaruh harga urea terhadap Nilai Tukar Petani (NTP) yang turun 1,61 persen menjadi 104,25 pada Juli 2022.  Penurunan NTP ini salah satunya disebabkan subsektor tanaman perkebunan rakyat yang merosot 6,39 persen.

Pada subsektor tersebut, Margo bilang, penurunan NTP disebabkan indeks yang diterima petani mengalami penurunan 6,06 persen, sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal mengalami kenaikan 0,36 persen.

"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan biaya produksi dan penambahan barang modal diantaranya NPK, urea dan ongkos angkut. Ini sejalan dengan harga urea yang naik di tingkat global dan berdampak kepada biaya input untuk produksi yang mengalami peningkatan," jelasnya.

Adapun secara umum, indeks harga komoditas global yang menggunakan tahun 2010 sebagai pembanding, terlihat bahwa rata-rata indeks harga global mengalami kenaikan Januari sampai dengan Juni. "Baik untuk indeks energi, food maupun fertilizer menunjukkan adanya peningkatan. Meskipun datanya pada bulan Juni tetapi trennya sejak Februari mengalami peningkatan," tuturnya.

Demikian juga terkait perkembangan harga terutama harga pangan yang menjadi kebutuhan Indonesia yang trennya mengalami peningkatan dari Februari lalu. "Sampai sekarang cenderung mengalami peningkatan meskipun di beberapa komoditas harganya di bulan Juni mulai menurun," jelasnya.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya