Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2024 mengalami surplus US$2,93 miliar atau naik 13,82 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 2,86 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Deputi Bidang Statistik Produksi, M. Habibullah, mengatakan hal tersebut memperpanjang masa Surplus Neraca Perdagangan Indonesia menjadi 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Secara terperinci, surplus tersebut disebabkan nilai ekspor Indonesia yang mencapai US$22,33 miliar—mengalami kenaikan secara bulanan dan tahunan masing-masing 13,82 persen dan 2,86 persen—sedangkan nilai impor mencapai US$19,40 miliar atau naik 14,82 persen mtm dan turun 8,83 persen yoy.
"Surplus Mei 2024 ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan juga bulan yang sama tahun lalu yang sebesar US$430 juta," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (19/4)
Habibullah mengatakan surplus neraca perdagangan Mei 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas, yaitu sebesar US$4,26 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.
Meski demikian, surplus neraca perdagangan nonmigas Mei 2024 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar US$4,35 miliar, namun lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2023 yang sebesar US$2,25 miliar.
Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas mengalami defisit US$1,33 miliar dengan komoditas penyumbang defisit, yaitu hasil minyak serta minyak mentah.
"Defisit neraca perdagangan migas Mei 2024 lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar US$1,63 miliar dan bulan yang sama tahun lalu sebesar US$1,83 miliar," katanya.
Surplus dan defisit dengan mitra dagang
Sementara itu, jika dilihat berdasarkan negara mitra dagang, pada Mei 2024 Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara.
Tiga negara dengan surplus perdagangan barang terbesar adalah India (US$1,552 miliar), Amerika Serikat (US$1,205 miliar), dan Jepang (US$742,2 juta).
Surplus terbesar yang dialami dengan India didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan permata, serta biji logam, terak, dan abu.
Meski demikian, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara dengan tiga defisit terdalam, yakni dengan Tiongkok (-US$1,319 miliar), Australia (-US$539,3 juta), dan Thailand (-US$320,2 juta).
Defisit terdalam yang dialami dengan Tiongkok didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanik serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, plastik dan barang dari plastik.
Surplus neraca dagang kumulatif
Habibullah juga menjelaskan perkembangan neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif sejak Januari hingga Mei 2024.
Surplus neraca perdagangan barang Indonesia sepanjang tahun ini telah mencapai US$13,06 miliar atau turun US$3,41 miliar dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Secara kumulatif, neraca perdagangan nonmigas mengalami surplus US$21,3 miliar, sementara neraca perdagangan migas mengalami defisit US$8,07 miliar.
"Neraca perdagangan migas dan nonmigas mengalami penurunan secara kumulatif masing-masing sebesar US$0,23 miliar dan US$3,19 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu," ujarnya.