Sanksi Ekonomi Rusia Lampaui Iran dan Korea Utara

Rusia mendapat 2.778 sanksi baru sejak 22 Februari 2022.

Sanksi Ekonomi Rusia Lampaui Iran dan Korea Utara
Tinta merah dioleskan ke foto Presiden Rusia Vladimir Putin saat protes anti perang di luar Kedubes Rusia, setelah Rusia meluncurkan operasi militer besar terhadap Ukraina, di Bucharest, Romania, Sabtu (26/2/2022). ANTARA FOTO/Inquam Photos/Octav Ganea.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Rusia telah melampaui Iran dan Korea Utara sebagai menjadi negara yang paling banyak terkena sanksi di dunia hanya dalam 10 hari, usai Presiden Vladimir Putin memutuskan invasi ke Ukraina.

Menurut Castellum.ai, basis data pelacakan sanksi global, Rusia menjadi target 2.778 penetapan sanksi baru dalam gelombang aksi yang dipimpin oleh AS dan sekutu Eropa mulai 22 Februari.

Kini negeri Beruang Merah telah mendapat lebih dari 5.530 sanksi, melampaui Iran yang telah menghadapi 3.616 sanksi selama satu dekade terakhir—sebagian besar karena program nuklirnya dan dukungan terorisme.

Tekanan terhadap Rusia pun meningkat hampir setiap hari. Selama akhir pekan, American Express Co. dan Netflix Inc. bergabung dengan daftar perusahaan yang menarik diri atau menangguhkan operasinya di Rusia. 

Beberapa melakukannya karena kewajiban sanksi, tetapi yang lain memberlakukan "sanksi mandiri" atau memutuskan untuk keluar dari negara tersebut meski mereka tidak diwajibkan secara hukum untuk melakukannya.

“Ini adalah perang nuklir finansial dan peristiwa sanksi terbesar dalam sejarah,” kata Peter Piatetsky, mantan pejabat Departemen Keuangan di pemerintahan Obama dan Trump yang ikut mendirikan Castellum.ai seperti dikutip Fortune.com.

"Rusia berubah, dari bagian dari ekonomi global, menjadi satu-satunya target sanksi global terbesar dan paria keuangan dalam waktu kurang dari dua minggu.”

Sanksi terhadap Rusia menggarisbawahi soliditas antara AS dan sekutunya dalam menghadapi invasi Putin dan tekad mereka untuk memanfaatkan kekuatan ekonomi untuk mencoba mencegahnya terus mengerahkan pasukan.

Ini juga mencerminkan keengganan negara-negara itu untuk mengirimkan pasukan mereka untuk membantu perang di Ukraina, sekutu non-NATO. Sementara Putin, pada akhir pekan lalu, mengatakan bahwa rangkaian sanksi tersebut “mirip dengan deklarasi perang.”

Negara dengan sanksi terbanyak

Setelah Rusia dan Iran, daftar negara yang paling banyak terkena sanksi terdiri dari Suriah, Korea Utara, Venezuela, Myanmar, dan Kuba. Hukuman tersebut termasuk hukuman terhadap individu, perusahaan dan bahkan pembatasan kapal pesiar dan pesawat terbang.

Mayoritas sanksi AS terhadap Rusia sebelum perang Ukraina adalah karena ikut campur dalam pemilihan 2016 dan menyerang pembangkang politik di Rusia dan luar negeri.

Sedangkan sebagian besar sanksi terhadap Rusia sejak 22 Februari adalah terhadap individu yakni 2.427 sanksi, kata Castellum.ai—lebih tinggi dibandingkan 343 sanksi terhadap entitas, yang biasanya perusahaan atau lembaga pemerintah.

Negara yang memimpin hukuman terhadap Rusia adalah Swiss, dengan 568 tindakan sanksi, dibandingkan dengan 518 untuk Uni Eropa dan 512 untuk Prancis. AS telah memberlakukan 243 tindakan sanksi.

Data itu juga sesuai dengan apa yang menjadi salah satu kejutan terbesar dari rezim sanksi sejauh ini: bahwa negara-negara Eropa, yang secara historis lebih waspada dalam menjatuhkan sanksi, telah memimpin, bahkan melampaui AS dalam beberapa kasus. Pejabat senior mengatakan salah satu contohnya adalah keputusan untuk mengeluarkan beberapa bank Rusia dari sistem pesan keuangan SWIFT, sebuah langkah di mana AS awalnya tertinggal.

Kemungkinan ada lebih banyak lagi yang akan datang mengingat Putin sejauh ini tidak terpengaruh. Pada "State of the Union" CNN pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan AS dan mitranya sedang mencari "secara terkoordinasi pada prospek pelarangan impor minyak Rusia, sambil memastikan bahwa masih ada pasokan yang sesuai. minyak di pasar dunia.”

"Ini tentu saja kampanye sanksi yang paling signifikan secara historis," kata Edward Fishman, yang membantu menjalankan kantor sanksi Departemen Luar Negeri dalam pemerintahan Obama.

“Dengan setiap peningkatan baru dalam perilaku agresif Moskow, semakin banyak orang yang menyadari bahwa akan sulit untuk memiliki hubungan yang produktif dengan Rusia selama Putin berkuasa.”

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya