Jakarta, FORTUNE - Enam belas tokoh senior Jamaah Islamiyah memaklumatkan pembubaran organisasinya pada 30 Juni 2024. Pembubaran tersebut dideklarasikan dalam sebuah pertemuan yang terjadi di Bogor, Jawa barat, dan diunggah dalam kanal YouTube Arrahmah_id pada pada 3 Juli lalu.
Lantas apa itu Jamaah Islamiyah dan bagaimana sepak terjangnya?
Di Indonesia, Jamaah Islamiyah merupakan organisasi terlarang dan menjadi representasi dari sebuah gerakan rahasia yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Jemaah Islamiyah dicurigai melakukan aksi pengeboman Bali 2002 pada 12 Oktober 2002, saat dalam serangan ini, pelaku bom bunuh diri disebut-sebut menewaskan 202 orang dan melukai beberapa lainnya di sebuah kelab malam.
Setelah serangan tersebut, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menuding Jemaah Islamiyah sebagai pelaku dan menyatakannya sebagai organisasi teroris asing. Jamaah Islamiyah juga dicurigai melakukan pengeboman Zamboanga, pengeboman Metro Manila, dan pengeboman Kedutaan Australia 2004 di Jakarta.
Bahkan dinyatakan bahwa Jamaah Islamiyah pertama kali melibatkan dirinya sebagai kelompok sel teror yang menyediakan dukungan keuangan dan logistik bagi operasi Al-Qaida di Asia Tenggara.
Abdurrasyid, dalam Studi Gerakan Islam Mainstream Jamaah Islamiyah dan Nahdatul Ulama di Indonesia, menyebutkan cikal bakal Jemaah Islamiyah di Indonesia telah dimulai sekitar 1969, ketika tokoh sekaligus pemimpin pertamanya, Abdullah Sungkar, memulai gerakan dengan misi untuk mengembangkan Darul Islam (DI), sebuah kelompok konservatif Islam dan berniat melancarkan serangan teror hingga negara Islam berdiri di Indonesia.
Lewat kelompok tersebut, Sungkar bahkan berencana menjadikan Indonesia sebagai ibu negara Daulah Islamiyah Nusantara di wilayah Asia Tenggara.
Pada 1976, Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir—keduanya aktivis Al-Irsyad dan DDII—bergabung dengan DI. Namun, pada 1 Januari 1993, Sungkar dan para pengikutnya memutuskan keluar dari DI dan membentuk Jamaah Islamiyah, gerakan Islam pertama di Indonesia yang secara terang-terangan menganut faham Salafy Jihadisme.
Ba’asyir sendiri membantah keterlibatannya dengan Jamaah Islamiyah dan menyatakan tidak tahu-menahu tentang Jamaah Islamiyah. Meskipun Jamaah Islamiyah dituduh melakukan pengeboman di hotel JW Mariot, Jakarta, keterkaitan Ba’asyir dengan aksi itu dinyatakan tidak terbukti oleh pengadilan.
Rohan Gunaratna, penulis buku Inside al-Qaida: Global Network of Terror, berpandangan bahwa Jemaah Islamiyah merupakan organisasi satelit al-Qaida. Gerakan militan Islam yang muncul pada 1988 di Asia Tenggara tersebut dianggap telah melebur dengan Al-Qaida secara efektif melalui bentuk kepemimpinan, aksi, dan pendanaan.
Menurutnya, al-Qaida merembes masuk melalui organisasi militan di dua tempat: Kumpulan Mujahidin Malaysia di Malaysia dan Majelis Mujahidin di Indonesia. Tujuannya antara lain mendirikan Khilafah Islam yang terbentang antara Thailand selatan, Singapura, Malaysia, Indonesia, Kamboja, hingga Filipina selatan.
Jamaah Islamiyah (JI) dalam Resolusi PBB 1390/2002 dituding sebagai organisasi teroris bersama 25 organisasi teroris lainnya, terutama di dunia Islam.
Meski demikian, baru pada pertengahan 1980-an nama Jamaah Islamiyah muncul dalam beberapa persidangan khusus subversif Komando Jihad, Teror Warman, dan Usroh. Ketika itu, Jamaah Islamiyah sering disebut secara bergantian dengan istilah lain yaitu “Kelompok Teror Warman”, dan dikaitkan dengan kelompok yang dibentuk oleh kelompok Abdullah Sungkar pada akhir tahun 1970-an yaitu “Jamaah Mujahidin Ansharullah”.