Jakarta, FORTUNE - Komisi II DPR RI untuk memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang terkait pemekaran wilayah Papua menjadi tiga provinsi. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang hadir mewakili pemerintah dalam rapat pembahasan tersebut mengatakan, pembentukan tiga produk undang-undang pemekaran wilayah itu bukan hanya inisiatif pemerintah melainkan juga masyarakat Papua.
"Kami sendiri menerima banyak delegasi yang menginginkan adanya pemekaran Papua. Bahkan yang terakhir Gubernur Papua Lukas Enembe datang pada kami Minggu lalu sekaligus menyampaikan surat resmi kepada kami bahwa ide pemekaran provinsi Papua atau bumi cenderawasih sudah ada dari 2014," ujarnya di Komisi II, Selasa (21/6).
Bahkan, Tito melanjutkan, aspirasi pemekaran wilayah di Merauke sudah ada sejak 20 tahun silam "Usulan itu untuk Papua Selatan. Kemudian diharapkan ada 7 provinsi namun dari surat tersebut disampaikan semua sangat tergantung dari kesiapan anggaran dan lain-lain," jelasnya
Untuk itu, sebagai perwakilan pemerintah, ia menegaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri menyetujui agar pembahasan RUU tersebut dibahas lebih lanjut dengan tetap memperhatikan keselarasan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik dalam segi formil, teknis, materiil, maupun substansinya. "Terutama hal-hal krusial yang kita cermati bersama dan diantisipasi secara bijaksana," jelasnya
Tito juga menuturkan bahwa inisiatif atau ide pemekaran Papua tidak lain adalah untuk melakukan percepatan pembangunan. Pasalnya, Bumi Cenderawasih terkenal memiliki geografi yang luas—setara 3,5 kali pulau Jawa— serta medan yang sulit ditempuh. "Ditambah lagi dengan penyebaran masyarakat. Ada hambatan pembangunan di antaranya birokrasi yang panjang. Dengan adanya pemekaran ini menjadi tiga provinsi akan memperpendek birokrasi dan mempermudah berbagai urusan," jelasnya.
Dampak positif pemekaran
Di samping itu, lanjut Tito, pemekaran juga memiliki banyak dampak positif meski ada juga beberapa wilayah hasil pemekaran yang masih menghadapi berbagai masalah seperti ketergantungan kepada pemerintah pusat terutama dalam hal transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).
Ia mencontohkan Sumatera Selatan yang dimekarkan dari 1 provinsi menjadi 4 provinsi. "Kita lihat ada kemajuan pesat di wilayah yang jadi pecahan Sumbangsel. Kemudian kita juga melihat Sulawesi Selatan dan Tenggara. Dengan adanya pemekaran di Sulawesi Tenggara jadi provinsi sendiri kemudian Sulawesi Barat kita lihat kemajuan cepat terjadi di Sulawesi Tenggara dan Barat," tuturnya.
Contoh selanjutnya adalah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah yang menurutnya dapat menjadi model bagaimana percepatan pembangunan terjadi ketika pemekaran wilayah dilakukan. "Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Bahkan pada saat terjadi pandemi, Sulawesi Tengah merupakan 1 dari 4 daerah yang mampu survive pertumbuhan ekonominya positif," tuturnya.
Tak hanya itu, lanjut Tito, model pemekaran wilayah juga bukan sesuatu yang baru di Papua. Pasalnya, sejak 2008, Papua juga dimekarkan dengan adanya Papua Barat. Hal tersebut memiliki dampak positif yang ditandai antara lain dengan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) serta terbukanya daerah terisolasi seperti Tambrauw, Wasior, hingga Sorong Selatan.
"Semua terbuka dan menjadi percepatan dibandingkan sebelumnya kecamatan saja. Pegunungan Arfak dekat Manokwari misal, daerah terisolir yang saat ini terbuka. Karena itu pemekaran wilayah bertujuan tidak lain untuk mempercepat pembangunan dan semua ingin kesejahteraan Papua terutama orang asli Papua akan meningkat dengan cepat juga dengan adanya pemekaran ini," tandasnya.