Jakarta, FORTUNE - Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan Indonesia tak akan mengekspor listrik dari energi baru terbarukan (EBT) ke luar negeri. Langkah ini dilakukan untuk mengutamakan kebutuhan domestik mengingat bauran EBT dalam sistem kelistrikan nasional masih 11,7 persen.
Nantinya, kata Erick, larangan ekspor energi baru terbarukan itu sama seperti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan minyak goreng yang mengharuskan badan usaha memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
"Kita sebagai negara yang mandiri harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri daripada kebutuhan negara lain, tapi bukan berarti kita antiasing. Tetap kita lakukan seperti yang kita lakukan kepada batu bara dan minyak sawit," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (3/6).
Menurut Erick, keputusan pemerintah untuk melarang ekspor setrum EBT merupakan kebijakan yang lumrah karena tiap negara memiliki target tersendiri dalam transisi energi. Apalagi pemerintah kini aktif mendorong pembangunan dan pengembangan industri hijau di dalam negeri.
"Ketika negara membutuhkan energi terbarukan diprioritaskan ke dalam negeri sebelum ke luar negeri, itu mah sah-sah saja," ujar Erick.
Undang investor
Dalam KTT ASEAN - Amerika Serikat, pemerintah menyampaikan akan melarang ekspor energi baru terbarukan ke negara lain dan aturan terkait hal itu akan segera dibuat untuk memperkuat landasan kebijakannya.
Pemerintah mempersilakan perusahaan-perusahaan asing untuk masuk ke Indonesia dan membangun proyek energi baru terbarukan, namun energi bersihnya tidak untuk disalurkan ke luar Indonesia.
Beberapa perusahaan pelat merah seperti PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) telah menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan asing untuk menghasilkan energi baru terbarukan dan mengekspornya.
Meski demikian, Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, Deendarlianto, mengatakan larangan itu tidak akan berdampak terhadap penanaman modal asing mengingat kebutuhan Indonesia terhadap energi bersih masih sangat besar.
Menurutnya jika suplai energi baru terbarukan itu belum bisa mencukupi kebutuhan domestik, maka larangan ekspor takkan menjadi persoalan lantaran bauran setrum bersih masih 11,7 persen, sedangkan pemerintah harus mengejar target 23 persen pada 2025.