Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah akan mendorong industri yang memiliki pembangkit sendiri membeli listrik dari PLN. Program ini dirancang untuk mengatasi kelebihan pasokan setrum yang merugikan PLN akibat sistem take or pay dengan independen power producer (IPP).
"Yang ingin didorong adalah bagaimana kita mendorong industri, digeser, yang punya pembangkit sendiri, dan ini banyak—yang kelasnya 3 MW, yang kelasnya 10 MW—digeser untuk membeli listrik PLN," ujarnya dalam seminar bertajuk "Peningkatan Bauran EBT 23 persen melalui Keberlanjutan Pasokan Bahan Bakar Cofiring dan Pembangkit Bioenergi", Kamis (30/6).
Dadan menyampaikan, usulan tersebut dibahas Kementerian ESDM dan PLN dalam rapat terbatas yang digelar Rabu (29/6). Dalam rapat tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga optimistis bahwa program ini bisa dijalankan.
Pasalnya, secara keekonomian harga jual listrik PLN bisa lebih murah dibandingkan ongkos mengoperasikan pembangkit sendiri. Ini lantaran bahan bakar pembangkit yang mereka beli, mayoritas menggunakan batu bara, jauh di atas harga yang dibeli PLN.
"Kalau industri pasti beli batu baranya di atas US$70 (per ton) kalau yang pakai 6.200. Sekarang kan PLN beli di angka tersebut. Pak menteri meyakini ini harusnya bisa jalan. Ini akan menjadi win-win (solution)," imbuhnya.
Meski demikian, lanjut Dadan, usulan tersebut masih harus dibahas lintas kementerian. Karena itu, Senin pekan depan rencananya Kementerian ESDM akan menggelar rapat bersama dengan Kementerian Perindustrian untuk membicarakan rencana tersebut.
Selain menjadi solusi yang meringankan pelaku usaha industri, kebijakan tersebut juga diharapkan dapat membuat PLN punya ruang untuk menambah energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran kelistrikan nasional. "Ini yang besok akan kami usulkan. Jadi isu ekses suplai memang jangan sampai EBT-nya jadi korban. Jadi kita sama-sama bergerak," jelasnya.
UU dan Perpres terkait EBT
Dalam kesempatan tersebut, Dadan juga menyampaikan bahwa rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait tarif listrik EBT sudah hampir rampung dibahas. Hanya saja, kata dia, masih ada satu isu yang menjadi perhatian dan perlu dibahas lebih jauh oleh Kementrian BUMN.
"Sebagai update bahwa rancangan Perpres tarif EBT sudah hampir selesai kami masih menyelesaikan dengan kementerian BUMN jadi satu menteri belum paraf 1 isu yang kita coba selesaikan," jelasnya.
Selain Perpres, beleid baru yang akan mendukung pengembangan listrik "hijau" tersebut adalah Undang-Undang EBT yang rancangannya telah dibahas dalam sidang pleno DPR.
Harapannya, pembahasan draft final UU tersebut bisa segera dirampungkan sehingga dapat disahkan sebelum pertemuan para pemimpin G20 diselenggarakan.
"DPR sudah pleno untuk RUU EBT barangkali akan disampaikan pemerintah dan pemerintah punya waktu 60 hari, juga PLN sebagai bagian dari pemerintah, kami juga akan memastikan DIM yang akan kami susun sehingga bisa terjadi percepatan," jelasnya.
"Kiita sebagai tuan rumah G20 kan harus ada yang bisa kita tunjukkan di situ Komisi VII memang punya komitmen RUU EBT bisa final sebelum G20 summit mudah-mudahan bisa sampai situ," pungkas Dadan.