ESDM Sebut Penurunan Harga Nikel Bukan Hanya Karena "Oversupply"

Harga acuan nikel Januari US$16.368 per ton.

ESDM Sebut Penurunan Harga Nikel Bukan Hanya Karena "Oversupply"
Ilustrasi lokasi pertambangan dan pengolahan nikel/Dok. PT Vale Indonesia
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan penurunan Harga Nikel yang terjadi saat ini tidak hanya disebabkan oleh masalah pasokan dan permintaan.

Kelebihan pasokan, menurutnya, juga bukan perkara utama lantaran harga komoditas mineral dan batu bara dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti geopolitik.

"Suplai dan demand saja tidak cukup [karena] ada isu-isu lain. Misalnya harga batu bara yang saat itu mencapai 400, siapa yang menyangka akan sampai harga seperti itu. Jadi kadang-kadang saat turun tidak ada korelasi pada supply dan demand seperti yang kita rasakan," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (16/1).

Data pada laman resmi Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM menunjukkan harga acuan nikel masih dalam tren penurunan, dari US$28.444 per ton pada Februari 2023 menjadi US$16.368 per ton pada Januari 2024. 

Surplus pasokan ditengarai menjadi penyebab utama tren kemerosotan harga tersebut. Kelebihan suplai ini tidak hanya berasal dari peningkatan pasokan nikel kelas 2 (dengan konten di bawah 99,8 persen) yang diproduksi di Indonesia—seperti nickel pig iron (NPI) dan feronikel—tetapi juga nikel kelas 1 (dengan konten 99,8 persen)—untuk membuat nikel sulfat dan nikel katoda—yang produksinya mulai pulih di Cina.

Kategori pertama, yang mencakup nickel pig iron dan feronikel, digunakan dalam produk seperti baja, sementara yang terakhir diperlukan untuk membuat nikel sulfat dan katoda nikel untuk kendaraan listrik (EV).

Di sisi lain, kedua produk nikel juga menghadapi penurunan permintaan. Ini disebabkan antara lain oleh pemulihan industri konstruksi Cina, konsumen penting nikel untuk baja tahan karat, yang berjalan lebih lambat dari perkiraan.

Di Indonesia sendiri, produksi feronikel mencapai 535,2 ribu ton dari target 2023 yang mencapai 628,9 ribu ton. Sementara komoditas nickel matte terealisasi 71,4 ribu ton dari target 75.000 ton.

Hilrisasi terus didorong

Tri berharap dengan adanya hilirisasi, ke depannya harga nikel akan lebih resisten dengan volatilitas harga. Sebab, saat ini produksi nikel Indonesia baru sampai pada produk antara atau midstream.

"Industri akhirnya di luar. Harapan kami sebetulnya dengan adanya hilirisasi di kita akan menciptakan multiplier effect, kemudian ada industri lain dari industri yang paling hilir datang mendekati kita sehingga industri itu sampai pada industri akhir," ujarnya.

Sebelumnya, melalui Surat Keputusan Menteri ESDM nomor 447.K/MB.01/MEM.B/2023 pada 20 Desember 2023, pemerintah menetapkan harga mineral acuan (HMA) nikel US$17.653,33/dmt (dry metric ton), lebih rendah dibandingkan dengan November 2023 yang mencapai US$18.563,64/dmt.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina