Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo mengungkap potensi besar Indonesia menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon. Bahkan, Indonesia diprediksi mengalahkan potensi perdagangan karbon Peru, Kenya, dan Brasil sebagai negara yang sama-sama memiliki hutan hujan tropis terluas dunia. Pasalnya, pembentukan harga karbon di Indonesia juga relatif bersaing dibandingkan negara-negara pionir dalam perdagangan karbon tersebut.
Indonesia telah memiliki beberapa proyek percontohan seperti Redd+ dengan skema results-based payment, green climate fund, forest carbon partnership facility, serta bio carbon fund. "Nilai komitmennya sekitar US$73,8 juta," ungkap Jokowi dalam acara "World Economic Forum: State of the World Address" secara virtual, Kamis (20/1).
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan kembali komitmen Indonesia dalam COP26 di Glasgow 2021, yakni memulai transisi ke energi ramah lingkungan.
Meski demikian, transisi energi tersebut memerlukan pembiayaan dan pendanaan yang sangat besar dan akses terhadap teknologi hijau. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, dukungan berupa ketersediaan dan kemudahan akses terhadap teknologi dan pendanaan tersebut penting agar tidak terlalu membebani masyarakat, industri serta keuangan negara.
Pasalnya, kebutuhan pembiayaan dan pendanaan transisi energi di Indonesia mencapai US$50 miliar. Di luar itu, ada pula kebutuhan dana sekitar US$37 miliar untuk sektor kehutanan, lahan dan karbon laut.
"Indonesia dan negara berkembang meminta kontribusi negara maju untuk pembiayaan dan transfer teknologi. Sumber pendanaan dan alih teknologi akan jadi game changer pengembangan skema pendanaan inovatif harus dilakukan," ujarnya.
Ia juga menuntut bukti dari negara-negara maju dan berkembang atas komitmennya dalam menjalankan transisi energi. Salah satunya melalui kerja sama di tingkat domestik dan internasional berbagai pihak dalam mewujudkan agenda bersama mitigasi perubahan iklim.
"Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, pemerintah perlu bekerja sama secara domestik, bekerja sama secara global. Bekerja sama di dalam negeri pemerintah bekerja sama dengan BUMN energi dan pihak swasta untuk mendesain transisi energi yang adil dan terjangkau, kerja sama di tingkat internasional juga telah dimulai dengan ADB melalui mekanisme transisi energi dari batu bara ke energi baru terbarukan," katanya.
Strategi Kembangkan Ekonomi Hijau
Jokowi pun memaparkan sejumlah strategi pemerintah yang diyakini dapat mewujudkan ekonomi hijau. Pertama, melalui pembangunan rendah karbon, sebagaimana yang tertuang di dalam rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
"Yang kedua kebijakan net zero emission dimana diterbitkannya peta jalan untuk mencapai zero emission pada 2060 termasuk net sink (penyerapan bersih karbon) sektor kehutanan dan lahan di 2030," ujarnya.
Strategi ketiga adalah pemberian sejumlah stimulus untuk mendorong peningkatan realisasi ekonomi hijau. Langkah ini, menurutnya juga telah memperlihatkan capaian positif dalam upaya konservasi dan restorasi lingkungan.
"Melihat dari angka-angkanya cukup berhasil dalam beberapa tahun terakhir ini. Laju deforestasi turun signifikan sampai ke 75 persen pada periode tahun 2019-2020 di angka 115.000 hektare," imbuhnya.
Tak hanya itu, ia juga mengeklaim kebakaran hutan di Indonesia telah turun drastis yang ditunjukkan dengan berkurangnya titik api dari 89 ribu titik pada 2014 menjadi 1.300 titik pada 2021.
Selanjutnya, luas lahan yang terbakar hingga 1,7 juta hektare pada 2014 pun sudah jauh berkurang menjadi 229 ribu hektare tahun lalu.
Ada pula program restorasi lahan gambut selama kurun 2016-2021 yang luasnya mencapai 3,7 juta hektare, serta rehabilitasi mangrove pada 2020-2021 seluas 50 ribu hektare hutan dan ditargetkan terus meningkat menjadi 600 ribu hektare hingga 2024.
"Saya kira ini terluas di dunia dengan daya serap karbon 4 kali lipat dibandingkan hutan tropis, bahkan dengan below ground mangrove dapat capai 10-12 kali lipat," kata Jokowi.
Dari sisi pembiayaan, pemerintah juga mendorong pengelolaan yang lebih adaptif melalui pendirian badan pengelola dana lingkungan hidup. "Yang ini mengolah dan lingkungan hidup bersumber dari dalam dan dari luar negeri yang dengan prinsip berkelanjutan kredibel dan akuntabel," ujarnya.
Strategi lainnya adalah penerbitan green sukuk sebagai skema pembiayaan pembangunan ramah lingkungan, serta penerbitan government bond dengan kategori enviromental, social and governance demi memperluas basis investasi yang berbasis lingkungan dan tanggung jawab sosial.
"Pengembangan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi juga kita lakukan. Penerapan budget packing untuk anggaran iklim pada APBN dan menerapkan pajak karbon dalam menangani perubahan iklim," katanya.