Jokowi Buka-bukaan Buruknya Belanja Pemerintah Daerah

Jokowi minta BPKP awasi dan arahkan pengelolaan APBN.

Jokowi Buka-bukaan Buruknya Belanja Pemerintah Daerah
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. (dok. Setkab)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap banyaknya belanja APBD yang tidak efektif karena lebih banyak digunakan untuk perjalanan dinas dan rapat. Hal tersebut dia sampaikan ketika membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah di gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Rabu (14/6).

Ia mencontohkan anggaran penanganan gizi buruk atau stunting dengan dana Rp10 miliar di salah satu kabupaten di Indonesia.

"Saya baru saja minggu yang lalu saya cek di APBD di Mendagri. Coba saya mau lihat. Rp10 miliar untuk stunting. Saya cek, perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat Rp3 miliar, penguatan pengembangan Rp2 miliar, yang untuk bener-bener beli telur itu tak ada Rp2 miliar. Kapan stunting-nya akan selesai kalau caranya seperti ini," ujarnya.

Lantaran itu, dia meminta BPKP untuk berhati-hati dan meningkatkan pengawasan terhadap kualitas belanja pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. 

Ia juga meminta lembaga tersebut mengarahkan belanja di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar menjadi konkret dan produktif, serta tidak untuk program-program absurd.

Program pengembangan UMKM di salah satu kabupaten dengan nilai Rp2,5 miliar, misalnya. Dari total anggaran tersebut, Rp1,9 miliar di antaranya dihabiskan untuk honor dan perjalanan dinas. Sementara sisanya digunakan untuk program pemberdayaan dan pengembangan yang menurutnya tidak jelas.

“Rp600 juta itu juga masih mutar-mutar saja, pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, tak konkret. Langsung ajalah, itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketin. Kalau pengembangan UMKM kan mestinya ke program itu, untuk pameran, jelas. Ini tugas BPKP, orientasinya ke situ,” katanya.

Pelototi anggaran 

Jokowi juga mengatakan alasannya kerap melakukan inspeksi ke lapangan untuk pengawasan. Menurutnya, meski pemerintah telah mencermati dengan hati-hati program belanja pemerintah pusat dan daerah, kerap masih ada program yang tidak optimal.

"Jika tidak diawasi hati-hati jika tidak cek langsung, jika tidak dilihat dipelototi satu-satu hati-hati kita lemah di situ. Dipelototi, kita turun ke bawah, itu saja masih ada yang bablas. Apalagi tidak," tuturnya.

Selain program penanganan gizi buruk dan pengembangan UMKM, dia juga kerap menemui anggaran untuk pembangunan dan penyuluhan pertanian yang tak efektif.

“Pembangunan balai untuk membangun dan merehabilitasi balai. Jelas. Anggarannya Rp1 miliar. (Anggaran) kecil ini mestinya untuk Rp1 miliar, ya. Mestinya Rp900 juta untuk rehabilitasi. Mestinya. Tapi setelah kita cek bener, Rp734 juta itu honor, rapat, dan perjalanan dinas. Artinya 80 persen. Ini sudah tak bisa lagi,” kata dia.

Atas berbagai kasus tersebut, dia mengatakan bahwa tugas berat menanti BPKP untuk mengubah cara realisasi anggaran program-program tersebut.

“Anggaran APBN, anggaran APBD itu produktif, karena tangan BPKP itu sampai di provinsi, kabupaten dan kota. Artinya bisa mengawal bisa mengawasi, bisa mengarahkan. Aparat di pusat, provinsi, kota dan kabupaten itu dengan BPKP itu takut. Segan dan takut. Gunakan ini untuk kebaikan negara,” ujarnya.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya