Jakarta, FORTUNE - PT Hutama Karya memangkas utang Rp14,2 triliun dari Rp44,28 triliun menjadi sekitar Rp30 triliun usai melego dua ruas jalan tol Trans Sumatera yang telah terbangun.
Direktur Utama Hutama Karya, Budi Harto, mengatakan dua ruas jalan tol yang didivestasi melalui Indonesia Investment Authority (INA) tersebut adalah Medan–Binjai dan Bakauheni–Terbanggi Besar.
"Sebelum melakukan asset recycle dengan INA, utang jalan tol Trans Sumatera adalah Rp 44,28 triliun. Saat ini utang kami tinggal Rp30,07 triliun," ujarnya di hadapan Komisi XI, Rabu (13/9).
Pengurangan utang tersebut berasal dari pembayaran utang ruas tol Medan–Binjai senilai Rp361 miliar dan utang ruas tol Bakauheni–Terbanggi Besar senilai Rp7,85 triliun.
Kemudian, pengurangan utang Rp82 milar pada ruas tol Palembang–Indralaya dari Rp1,04 triliun menjadi Rp958 miliar.
Selanjutnya, pengurangan juga berasal dari penurunan utang Rp1,46 triliun untuk pinjaman monetisasi akses Tanjung Priok dari awalnya Rp3,46 triliun menjadi Rp 2 triliun. Terakhir, utang untuk ruas tol Pekanbaru–Dumai yang turun Rp6,26 triliun dari Rp7,76 triliun menjadiRp1,5 triliun.
Utang lain yang belum berkurang menyangkut utang obligasi, utang ruas Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung, global medium term note, dan pinjaman bridging.
PMN HK awal 2024
Pemerintah telah mengajukan opsi pencairan PMN lebih awal untuk Hutama Karya sebesar Rp18,60 triliun tahun depan. Selain Hutama Karya, PMN untuk dua BUMN lainnya—PT BPUI sebesar Rp3,55 miliar dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk senilai Rp6 triliun—akan dicairkan pada awal tahun.
"Kami mohon untuk bisa dilakukan pembahasan dengan Komisi XI karena timing dari PMN ini juga menentukan kesehatan BUMN tersebut," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Rapat di Komisi XI DPR, Selasa (12/9).
Sri Mulyani menjelaskan suntikan modal kepada Hutama Karya bakal diperuntukkan untuk menyelesaikan jalan tol Trans Sumatera (JTTS) tahap 1 dan investasi pada proyek tol Bogor–Ciawi–Sukabumi dan tol Kayu Agung–Palembang–Betung.
"Kami harapkan bahwa PMN yang dikaitkan dengan kemajuan proyek akan semakin akuntabel, sehingga tidak memasukkan PMN. Namun, kemudian dia masuk neraca tanpa ada kaitannya dengan proyek mana yang harus diselesaikan," ujarnya.