Jakarta, FORTUNE - Kasus aktif Covid-19 di Tiongkok mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir akibat merebaknya varian Delta. Mengutip The Straits Times, Komisi Kesehatan Nasional (NHC) melaporkan 39 kasus baru pada Senin (25/10). Dari jumlah tersebut, 35 di antaranya merupakan transmisi lokal. Sementara secara kumulatif, hingga saat ini Tiongkok Daratan memiliki 561 kasus aktif Covid-19.
Gelombang terbaru itu, yang datang setelah peningkatan kasus di provinsi Fujian selatan, akan menjadi ujian bagi kebijakan nol toleransi Tiongkok terhadap Covid-19. Terlebih, pekan lalu Wakil Perdana Menteri, Sun Chunlan, mengatakan skala penularan virus sulit diprediksi lantaran sejumlah provinsi akan segera memasuki musim dingin
Pihak berwenang telah menanggapinya dengan melakukan karantina wilayah lebih spesifik, pengujian massal. Penduduk pun didorong mengambil suntikan booster vaksin mereka. Menurut NHC, sekitar 2,246 miliar dosis vaksin Covid-19 telah diberikan pada Minggu (24/10).
Tim khusus juga telah dikirim untuk merespons pandemi di sejumlah daerah antara lain Mongolia Dalam, Gansu, Shaanxi dan Ningxia, serta antara wilayah yang kurang makmur di Tiongkok.
Di Mongolia dalam, misalnya, sekitar 35 ribu orang diminta untuk tetap berada di rumah ketika daerah Ejin di wilayah itu sejak kemarin menjadi objek karantina wilayah. Beberapa kota, termasuk ibu kota provinsi Gansu, Lanzhou, dan sebagian Mongolia Dalam pun telah menangguhkan layanan bus dan taksi serta menutup lokasi wisata.
Kebijakan tersebut juga menyasar penutupan sementara kelompok wisata antar provinsi di lima daerah yang terdeteksi mengalami peningkatan kasus.
Akibat Pariwisata Lokal
Sementara itu, di kota besar seperti Beijing, pihak berwenang telah menutup beberapa apotek. Ini dilakukan usai beberapa pasien yang terinfeksi dari Mongolia Dalam mencoba berobat sendiri untuk menghindari tindakan berat yang datang jika mereka dinyatakan positif Covid-19.
Polisi telah meluncurkan tiga penyelidikan atas dugaan pelanggaran tindakan Covid-19, termasuk kepada dua orang terinfeksi yang awalnya menyembunyikan gejala; dua warga yang melarikan diri dari karantina wilayah dengan memanjat pagar; serta dua manajer apotek yang menjual obat batuk dan demam dengan melanggar ketentuan karantina wilayah.
Kasus terakhir terjadi di setelah pemerintah Tiongkok memberlakukan aturan bahwa siapa pun yang membeli obat pilek atau flu harus mendaftar, untuk berjaga-jaga jika nanti ia terinfeksi.
Tindakan keras tersebut tak lepas dari kian dekatnya agenda pleno keenam Partai Komunis China serta Olimpiade Musim Dingin pada 4–20 Februari 2021. Para pemimpin partai dari seluruh negeri diperkirakan akan turun ke ibu kota dari 8-11 November untuk pertemuan tahunan.
Wakil Menteri Publisitas Beijing mengatakan, kota itu juga membatasi masuknya mereka yang pernah ke tempat-tempat dengan infeksi Covid-19, serta mengimbau masyarakat menghindari pertemuan besar dan "perjalanan yang tidak perlu" ke luar ibukota.
Dalam hal pembatasan mobilitas dari luar negeri, pemerintah menerapkan tindakan karantina terberat di dunia, seperti mengharuskan para pelancong menjalani isolasi dalam rentang 14–28 hari, hingga menjalankan beberapa tes sebelum diizinkan masuk ke negara itu.
Seorang pejabat otoritas kesehatan mengatakan sebagian besar kasus tersebut berkaitan dengan aktivitas wisata domestik, mengingat perbatasan negara tersebut masih tertutup untuk warga negara asing.
Kendati demikian, dalam keterangan resminya, Wakil Direktur Pengendalian Penyakit NHC Wu Liangyou meyakini gelombang baru tersebut bermula dari kasus impor.
Meski skala penularan diprediksi akan meningkat dalam beberapa hari ke depan, Wu menegaskan bahwa Tiongkok memiliki pendekatan nol toleransi terhadap virus. Langkah-langkah ketat mencakup isolasi hingga karantina wilayah akan diambil di seluruh pemukiman.
“Diharapkan dengan berlanjutnya investigasi dan penyaringan kelompok berisiko, jumlah kasus yang terdeteksi dalam beberapa hari ke depan akan terus meningkat,” ujarnya