Jakarta, FORTUNE - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp309,2 triliun atau 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per akhir Oktober 2024. Meski demikian, angka tersebut masih di bawah desain defisit dalam Undang-Undang Apbn 2024 yang dipatok sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB.
"Defisit APBN secara total Rp309,2 triliun ini artinya 1,37 persen dari GDP dibandingkan UU APBN yang didesain dengan rancangan defisit Rp522,8 triliun. Itu masih lebih kecil dan dalam total defisitnya adalah 2,29 persen dari GDP," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (8/11).
Sementara itu, posisi keseimbangan primer masih positif Rp97,1 triliun. Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.
"Kalau kita lihat untuk APBN UU itu keseimbangan primer adalah -Rp25,5 triliun, jadi sekarang masih positif di Rp97,1 triliun di akhir Oktober," kata Sri Mulyani.
Secara terperinci, defisit sebesar Rp309,2 triliun disebabkan oleh pendapatan negara yang baru mencapai Rp2.247,5 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp2.556,7 triliun.
Realisasi pendapatan negara mencapai 80,2 persen dari target APBN yang sebesar Rp2.802,3 triliun, sedangkan dari sisi pertumbuhannya pendapatan negara naik tipis 0,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp2.240,5 triliun.
Sementara itu, belanja negara telah terealisasi 76,91 persen dari target APBN yang sebesar Rp3.325,1 triliun dan mengalami kenaikan 14,1 persen dari capaian belanja negara Oktober 2023 yang sebesar Rp2.240,8 triliun.
Menurut Sri Mulyani, tipisnya pertumbuhan pendapatan negara disebabkan oleh penerimaan pajak yang baru mencapai Rp1.517,5 triliun atau 76,3 persen dari target APBN yang sebesar UU Rp1.988,9 triliun. Dibandingkan capaian Oktober 2023 sebesar Rp1.774,7 triliun, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,4 persen.
"Tapi sangat tipis negatifnya. Kita berharap untuk November sudah turn around ke positif dan tahun ini kita menargetkan menurut UU Rp1.988,9 triliun," ujar Sri Mulyani.
Kemudian, untuk kepabeanan dan cukai, realisasinya mencapai Rp231,7 triliun atau 72,2 persen dari target Rp321 triliun. Ini tumbuh 4,9 persen dibandingkan dengan capaian Oktober 2023 yang sebesar Rp220,9 triliun.
"Sedangkan untuk PNBP kita mengumpulkan Rp477,5 triliun. Masih kontraksi 3,4 persen namun itu sudah 97,1 persen dari total target PNBP tahun ini," katanya.
Sementara itu, belanja negara didorong oleh belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp933,5 triliun atau 85,6 persen dari target Rp2.467,5 triliun. Angka tersebut juga tumbuh tinggi, yaitu 21,4 persen dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar Rp768,7 triliun.
"Ada faktor-faktor yang tadi dijelaskan Pak Wamen Suahasil, baik dari faktor Pemilu, Pilkada yang kita front loading, kemudian kenaikan gaji dalam hal ini dan juga pensiun, 5 persen plus dalam hal ini 12 persen, Tukin, THR, dan gaji ke-13 yang dibayarkan dengan Tukin 100 persen itu menyebabkan kenaikan untuk belanja pegawai," ujarnya.