Jakarta, FORTUNE - Peneliti Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Joko Tri Haryanto mengatakan pemerintah tengah menyiapkan surat utang negara untuk proyek transisi energi dan pengurangan emisi.
Ini merupakan bentuk pembiayaan inovatif yang direncanakan pemerintah dalam rangka mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan turunan dari Kesepakatan Paris, yakni menekan 29 persen emisi gas rumah kaca pada 2030.
"Kami memikirkan bagaimana menerbitkan transition bond dan carbon bond. Ini termasuk yang sedang kita finalisasi tahun ini," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (9/6).
Joko menuturkan, sejak 2018 pemerintah telah mencoba masuk ke pasar keuangan untuk mendapatkan pendanaan proyek-proyek hijau. Selain dua surat utang yang kini sedang disiapkan, pemerintah telah menerbitkan green sukuk global sejak 2018 dan terus berlanjut tiap tahunnya hingga 2021.
"Kemudian kita masuk ke penerbitan SDG's Bond, kemudian coba masuk ke domestik dengan green sukuk ritel sejak 2018 dan terus berlanjut tiap tahunnya," imbuhnya.
Pajak karbon
Tak hanya pembiayaan melalui surat utang, pemerintah juga tengah menyiapkan mekanisme nilai ekonomi karbon. Joko menjelaskan, mekanisme tersebut akan menggunakan pendekatan berbasis pasar dan non pasar.
Pendekatan berbasis pasar yang dimaksud adalah mekanisme emissions trading system dan offset karbon. Sementara pendekatan berbasis non pasar akan memanfaatkan instrumen fiskal melalui penerapan pajak karbon.
"Pajak karbon Insyaallah akan dimulai 1 Juli. Pertama kali akan dikenakan untuk sektor PLTU batu bara, sampai nanti seluruh sektor penghasil emisi akan dikenakan mekanisme pajak karbon maupun emissions trading system atau offset mechanism," tandasnya.