Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lewat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berdampak terbatas terhadap inflasi di tahun ini. Sebab penyesuaian PPN tersebut masih relatif rendah.
Itu pun mulai 1 April 2022, kalau dalam konteks setahun itu tiga perempat tahun, sehingga dampaknya inflasi ke 2022 cukup terbatas,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu dalam Taklimat Media, Kamis (10/2).
Sebagai catatan, tahun ini pemerintah menargetkan sasaran inflasi sebesar 3 persen plus minus 1 persen year on year (yoy), atau lebih tinggi dari realisasi 2021 yang sebesar 1,87 persen yoy. Dengan penerapan tarif baru UU HPP, banyak pihak mengkhawatirkan harga-harga akan naik sebab objek pajak jenis ini sangat beragam.
“Kita ada kenaikan tapi tidak akan terlalu banyak karena PPN. Itu (kenaikan inflasi) di bawah setengah persentase inflasi. Jadi cukup bisa kita antisipasi,” ujar Febrio.
Kenaikan tarif PPN dalam UU HPP rencananya akan diterapkan bertahap hingga menjadi 12 persen pada 2025. Namun belum ada ketentuan lebih lanjut bagaimana mekanisme penyesuaian tarif tersebut nantinya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya kini tengah menyusun aturan turunan PPN agar bisa diimplementasikan per awal April 2022. Aturan turunan PPN dalam UU HPP, menurutnya juga akan mempertimbangkan bermacam aspek, terutama daya beli masyarakat yang masih terdampak Covid-19.
Tax ratio masih rendah
Dalam kesempatan tersebut, Febrio juga menuturkan bahwa kebijakan reformasi perpajakan dalam UU HPP bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak di Indonesia. Pada 2021, Kemenkeu mencatat rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) baru 9,11 persen.
Meski demikian, angka tersebut naik dibandingkan tax ratio 2020 yang sebesar 8,33 persen. Dengan implementasi UU HPP ia optimistis rasio perpajakan akan naik ke kisaran 9,3 persen sampai 9,5 persen. "Kalau untuk 2021 ini dengan data yang sudah kemarin keluar untuk PDB nominal-nya tax ratio kita berada di 9,11 persen," terangnya.
Sementara itu, untuk 2024, ia menargetkan tax ratio bisa menyentuh level 10 persen. Hal tersebut seiring dengan reformasi fiskal yang terus dilakukan pemerintah baik dari sisi kebijakan maupun administrasi.