Jakarta, FORTUNE - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menghukum 125 pegawai terkait kasus mafia tanah. Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN Sunraizal mengatakan sanksi tersebut dijatuhkan sebagai bentuk tindakan tegas dan pembinaan.
Sebanyak 32 di antara pegawai dimaksud dikenakan hukuman berat berupa pemberhentian dari jabatan, 53 orang diberikan tindakan disiplin sedang, dan 40 orang disiplin ringan.
"Ini kita tidak bangga menghukum 125 pegawai. Tetapi ini bentuk pembinaan. Yang bisa dibina, kita bina, tetapi yang tidak bisa di antaranya kita berhentikan. Jadi, ada hukuman berat. Jadi, itu yang kami lakukan sebagai bentuk keseriusan kami apabila seseorang melanggar hukum," ujarnya dalam konferensi pers tentang "Mafia Tanah" di Kementerian ATR/BPN, Senin (18/10).
Sunraizal juga mengatakan, sanksi tegas diberikan agar ada efek jera dan mencegah kejadian serupa terulang. Pasalnya, kata dia, Inspektorat Bidang Investigasi belakangan mencatat terjadinya peningkatan laporan dugaan keterlibatan pegawai dalam praktik mafia tanah. “Antusiasme masyarakat sangat tinggi. Ini dapat dilihat dari adanya 732 pengaduan,” ucapnya.
Sebanyak 303 kasus diserahkan kepada kantor wilayah ATR/BPN yang dianggap mampu menyelesaikannya. Sementara untuk kasus yang dianggap kurang bukti, Sunraizal mengatakan inspektorat akan mengupayakan pencarian bukti yang cukup agar dapat ditindaklanjuti.
Terkait pegawai yang terlibat kasus mafia tanah, selama penanganan kasus-kasus oleh Inspektorat Bidang Investigasi di Kementerian ATR/BPN, Sunraizal menyatakan bahwa instansi menindak tegas mereka yang terbukti melanggar hukum. “Kita tidak main-main terhadap kasus-kasus yang mencoba meletakkan surat-surat di atas tanah orang lain. Tidak toleransi sama sekali. Ini hal yang membuat kekacauan,” jelasnya.
Keseriusan memerangi mafia tanah
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil menegaskan pemerintah sangat serius dalam memerangi mafia tanah. Tujuannya demi menciptakan kepastian hukum dalam bidang pertanahan di Indonesia.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam melakukan administrasi pertanahan, salah satu upayanya yaitu bekerja sama dengan aparat penegak hukum baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan Republik Indonesia.
"Bapak Presiden sangat komitmen tentang masalah ini sehingga Presiden mengadakan rapat terbatas untuk menanyakan kemajuan dan apa yang harus kita lakukan dalam rangka efektivitas memerangi mafia tanah," tuturnya. "Tujuan akhirnya adalah supaya ada kepastian hukum dan agar para pelaku usaha yakin melakukan usaha di Indonesia, sehingga orang yang punya hak tidak khawatir tanahnya di serobot oleh mafia tanah dengan berbagai praktiknya. Prinsip saya itu bahwa tidak boleh mafia tanah menang!" tegasnya.
Sementara Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto mengatakan banyak modus operandi pelaku mafia tanah seperti mulai dari pemalsuan dokumen, pendudukan lahan tanpa hak, atau pencarian legalitas di pengadilan.
"Dengan bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan, kita bisa menembus perilaku jahat yang dilakukan mafia tanah itu. Dibutuhkan kerja sama yang kuat baik dengan aparat penegak hukum dan juga masyarakat. Kita harap masyarakat lebih aktif memberikan informasi ketika ada indikasi terjadinya kejahatan pertanahan, ini sebagai upaya kita melakukan upaya lebih dini," ungkap pria yang juga menjabat Ketua Tim Satuan Tugas Anti Mafia Tanah (Satgas Mafia Tanah) tersebut.