Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan kenaikan harga komoditas turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,51 persen (yoy) pada kuartal III 2021. Hal itu terlihat dari besarnya nilai ekspor Indonesia sepanjang Juli-September lalu yang mencapai US$61,42 miliar.
"Kuartal III ekspor kita tercatat US$61,42 miliar, tumbuh cukup signifikan dibandingkan kuartal III 2020 yang US$40,70 miliar atau meningkat 50,90 persen. Sementara dibandingkan triwulan II 2021, total ekspor kita meningkat 13,18 persen," tuturnya dalam konferensi pers Jumat (5/11).
Peningkatan ekspor sendiri memiliki kontribusi sebesar 22,71 persen terhadap PDB, terbesar ketiga setelah konsumsi rumah tangga yang mencapai 53,09 persen dan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang sebesar 30,45 persen.
Kontribusi ekspor juga lebih besar dibandingkan impor yang mencapai 18,68 persen, belanja pemerintah 8,90 persen, konsumsi LNPRT sebesar 1,22 persen, serta perubahan inventori 0,33 persen.
Sementara jika dibandingkan tahun sebelumnya, persentase pertumbuhan ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi mencapai 5,67 persen—tertinggi dibandingkan sumber lainnya seperti impor (4,44 persen), investasi/PMTB (1,18 persen), konsumsi rumah tangga (0,55 persen), belanja pemerintah (0,06 persen), dan konsumsi LNPRT (0,04 persen).
Meski demikian, selain kenaikan harga komoditas, Margo menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang juga turut berpengaruh pada kinerja ekspor.
Pertumbuhan ekonomi mitra dagang yang positif pada kuartal III tersebut antara lain Tiongkok (4,9 persen), Amerika Serikat ( /4,9 persen), Singapura (6,5 persen), Korea Selatan (4 persen), Hongkong (5,4 persen), dan Uni Eropa (3,9 persen).
"Perkembangan harga komoditas dan membaiknya perekonomian yang menjadi mitra dagang kita berpengaruh besar kepada kinerja ekspor kita," jelas Margo Yuwono.
Kontribusi Pertanian dan Pertambangan Naik
Besarnya andil kenaikan harga komoditas juga terlihat dari kontribusi lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PDB. Keduanya menyumbang sekitar 23,85 persen, naik dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 20,84 persen.
Untuk sektor pertanian, perhutanan dan perikanan, pertumbuhannya pada kuartal III tercatat mencapai 1,31 persen (yoy). Beberapa subsektor yang tumbuh cukup adalah tanaman perkebunan (8,34 persen), perikanan (4,55 persen), serta kehutanan dan penebangan kayu (1,07 persen).
"Ini didorong oleh peningkatan produksi beberapa produk perkebunan seperti kelapa sawit kopi kakao dan tebu," jelasnya. Namun ada pula subsektor yang terkontraksi seperti peternakan (2,08 persen), tanaman holtikultura (5,23 persen) dan tanaman pangan (5,8 persen).
Kemudian untuk sektor pertambangan dan penggalian, tercatat tumbuh sebesar 7,78 persen (yoy) pada kuartal III lalu. "Kalau dilihat trennya dari 2019 Kuartal III sekarang adalah pertumbuhan yang paling tinggi," tegas Margo.
Beberapa subsektor yang tumbuh cukup tinggi diantaranya adalah pertambangan bijih logam (24,73 persen), batu bara dan lignit (14,95 persen), pertambangan dan penggalian lainnya (2,49 persen. Meski demikian, pertambangan minyak gas dan panas bumi mengalami kontraksi 2,23 persen.