Jakarta, FORTUNE - Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna mengungkap perkiraan jumlah kendaraan dinas pemerintah pusat dan daerah yang perlu diganti menjadi kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Jika dirinci, kata dia, ada sekitar 400 ribu motor dinas, 150 ribu hingga 200 ribu mobil dinas, serta 1.000 bus.
Meski demikian, angka tersebut masih terbilang kecil dibandingkan total seluruh kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, yang tercatat di Indonesia.
"Jumlah kendaraan saja sekarang berapa? Mobil sekitar 2 juta unit, ya. Mungkin motor 100 sekian juta unit. Itu yang berbahan bakar Pertalite. Kalau berbahan bakar diesel ada 10 juta lagi. Jadi sebenarnya dari segi angka kecil," ujarnya dalam diskusi Economic Challenges di Metro TV, Selasa (20/9).
Menurut Monty, konversi kendaraan dinas pemerintah dari berbasis BBM menjadi listrik, yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 7 tahun 2022, adalah upaya mendorong pengembangan ekosistem EV di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga dapat memberi contoh kepada masyarakat bahwa kendaraan listrik justru lebih baik ketimbang kendaraan berbahan bakar minyak.
"Ini memberikan sinyal positif kepada masyarakat dan akhirnya masyarakat percara kendaraan listrik itu worth untuk dibeli," jelasnya.
Di sisi lain, konversi ke kendaraan listrik juga merupakan bagian dari pencapaian target pemerintah dalam menurunkan emisi karbon sesuai dengan Perjanjian Paris. Pasalnya, dalam dokumen Nationally Determined Controbution, pemerintah telah menetapkan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29 persen tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41 persen bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030.
"Jadi sebelum Inpres 7/2022. ada Perpres 55 tahun 2019 tentang percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Nah Perpres 55 itu ada yang mendasarainya Undang-Undang 16 tahun 2015 tentang Paris Agreement," tutur Montty.
Dipenuhi dari impor
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan konversi kendaraan dinas tersebut, pemeritnah juga tengah meikirkan strategi agar dapat menggunakan barang yang diproduksi dalam negeri. Namun, untuk saat ini, pemerintah masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan industri serta infrastruktur pendukungnya.
"Sebagian impor, karena memang, angkanya belum pasti. Intinya kita harus menghindari, karena ini kan program nasional, tidak boleh program nasional membuat masalah baru, terjadi pengurangan devisa, itu enggak boleh tuh, jadi kita sudah merumuskan roadmap bahwa tahun pertama mungkin build up dulu tahun kedua mungkin komponennya dan sebagainya, jadi semuanya ada sequence-nya," jelas Monty.
Sebelumnya, dalam Nomor 7 Tahun 2022, Presiden Jokowi juga telah menugaskan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan untuk melakukan koordinasi terkait penggunaan mobil listrik untuk pejabat pusat dan daerah.
Salah satu tugasnya adalah menyelesaikan permasalahan yang menghambat implementasi percepatan program penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional atau perorangan di instansi pemerintah.
Secara berkala atau setiap enam bulan sekali pelaksanaan dari Inpres mobil listrik itu harus dilaporkan kepada Jokowi. Selain Luhut, ada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mendapat mandat untuk mendorong kepala daerah menyusun aturan di daerah dan BUMD.