Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mencatat kepemilikan asing atas Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) telah mencapai Rp16,98 triliun per 6 November 2023, dari total outstanding Rp144,31 triliun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto, mengatakan total SRBI yang telah diperdagangkan sejak15 September lalu di pasar sekunder mencapai Rp27,99 miliar.
“Per 6 November, kepemilikan asing di SRBI telah mencapai Rp16,98 triliun. Kepemilikan asing ini terus mengalami peningkatan,” ujarnya seperti dikutip Antara, Rabu (8/11).
Edi menyebutkan SRBI menjadi instrumen yang cukup penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama di tengah kondisi ketidakpastian global yang menyababkan capital outflow di negara-negara berkembang seperti sekarang.
Dalam kesempatan sama, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) BI, Donny Hutabarat, menyebut bahwa SRBI juga penting karena mampu menambah likuiditas valuta asing atau valas di dalam negeri.
“Secondary market SRBI ini sebetulnya sudah cukup berkembang saat ini, sudah masuk sekitar 1 miliar dolar AS. Pasti ada kaitannya dengan masuknya offshore dan berkontribusi juga ke penguatan rupiah,” jelas Donny.
Selain SRBI, BI juga akan menerbitkan dua instrumen lain untuk menjaga stabilitas rupiah, yakni Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Rencananya, dua instrumen tersebut akan dirilis pada 21 November mendatang.
SVBI dan SUVBI
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan dua instrumen tersebut dikeluarkan sebagai salah satu resep untuk menjaga stabilitas moneter di tengah tingginya ketidakpastian global yang dipicu perang Israel-Palestina.
"Kondisi globalnya semakin tidak menentu dan semakin tinggi. Kami menakar, 'OK, intervensi cukup enggak? Ditambah SRBI cukup enggak?' Jawaban kami, kami perlu tambahin yaitu adalah penguatan resepnya tadi," ujarnya dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2023, Kamis (19/10).
SVBI merupakan surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (kurang dari setahun) dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga dalam valas yang dimiliki BI. Sementara, SUVBI merupakan instrumen serupa yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah.
Karakteristik dua instrumen tersebut adalah berjangka waktu satu sampai 12 bulan, diterbitkan tanpa warkat, dapat dipindahtangankan, dan dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder.
"BI punya aset valas dalam bentuk cadangan devisa. Itu kita gunakan sebagai underlying dan kita terbitkan SVBI dan SUVBI. Dengan tenor 1, 3, 6, 9, dan 12 untuk SVBI. Untuk SUVBI sementara ini adalah 1, 3, 6 dulu tapi kalau pasarnya besar, kita bisa perpanjang jadi 12 bulan," kata Perry.