Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, menyatakam serangan ransomware ke Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) berdampak pada terhambatnya layanan pemberian Nomow Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi warga negara asing (WNA) serta penanaman modal asing (PMA).
Pasalnya, untuk melakukan verifikasi data, Direktorat Jenderal Pajak masih menggunakan data keimigrasian yang ikut terdampak serangan tersebut.
"Memang ada satu yang mengalami hambatan, yaitu layanan terkait registrasi NPWP untuk wajib pajak PMA. Termasuk wajib pajak asing. Karena dalam prosesnya kami harus melakukan validasi nomor paspor mereka, dan nomor paspor itu ada di layanan imigrasi yang ada di PDN," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (27/6).
Meski demikian, Suryo mengatalan hambatan tersebut hanya terbatas pada akses dalam validasi data layanan NPWP PMA dan WNA. Layanan perpajakan lain masih bisa dilakukan dengan normal karena tidak terdampak.
"Alhamdulillah sampai saat ini kami coba cek dan teliti tidak ada data di Ditjen pajak yang terdampak dengan ransomware yang kemarin sempat menyerang PDN," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, mengatakan gangguan pada PDNS disebabkan oleh Serangan Siber ransomware.
“Ransomware dengan nama Brain Cipher, yang merupakan pengembangan terbaru dari ransomware lockbit 3.0. Jadi, memang ransomware ini dikembangkan terus, dan ini adalah yang terbaru,” ujar Hinsa dalam keterangan pers Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Senin (24/6).
Hinsa mengatakan, proses investigasi masih terus dijalankan oleh BSSN, Kominfo, Polri, Telkom, dan mitra lainnya meski dengan keterbatasan barang bukti, karena kondisinya terenkripsi.
“Ini jadi pekerjaan untuk kami pecahkan,” ujarnya.
Serangan terjadi pada PDNS yang ada di Surabaya. PDNS di Jakarta dan Surabaya memang sengaja dibangun untuk menampung berbagai data yang dibutuhkan untuk bisnis dan jalannya pemerintahan, sembari menunggu selesainya pembangunan PDN.
Sementara itu, layanan imigrasi yang sebelumnya ikut terdampak—seperti visa dan izin tinggal, tempat pemeriksaan imigrasi, layanan paspor, layanan visa on arrival, dan layanan dokumen keimigrasian—sudah berjalan normal.
Berkenaan dengan dugaan adanya praktik jual beli data kepolisian secara ilegal melalui Dark Web, Hinsa mengatakan bahwa konfirmasi sudah dilakukan dengan Polri.
“Mereka bilang, itu ada data, tapi memang data lama,” ujarnya. “Kami juga meyakinkan, bahwa sistem kepolisian sudah berjalan dengan baik.”