Jakarta, FORTUNE - Asumsi makro APBN 2022 nyaris meleset seluruhnya dari target. Berdasarkan data APBN KiTa 2022, hanya asumsi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi sesuai dengan asumsi awal.
"Pertumbuhan ekonomi dengan realisasi di kuartal III 5,7 persen, year to date (ytd) growth kita masih 5,4 persen. Outlook-nya menurut kami ada di 5,2 persen," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (3/1).
Di luar itu, asumsi terkait inflasi, nilai tukar, suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun, harga minyak mentah Indonesia, serta lifting minyak dan gas meleset seluruhnya.
Laju inflasi, misalnya, dipatok 3 persen dalam APBN 2022. Sementara realisasinya, hingga Desember mencapai 5,51 persen. "Inflasi dalam APBN diasumsikan 3 persen untuk ytd. 5,5 persen lebih di atas, dan outlook-nya juga 5,5 persen," katanya.
Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap US$ yang dipatok sebesar Rp14.350 per US$ juga meleset dari target. Sebab, realisasinya pada akhir 2022 mencapai Rp15.731 per US$. Meski demikian, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap US$ sepanjang tahun mencapai Rp14.871 per US$.
Realisasi harga minyak mentah Indonesia juga meleset dari asumsi APBN, yang asumsinya US$63 per barel sementara realisasinya US$87,5 per barel. Secara tahun kalender, realisasi harganya telah mencapai US$98,94 per barel.
"Outlook APBN KiTA US$97 per barel," ujarnya.
Kemudian lifting minyak yang dipatok 703 ribu barel per hari (bph) meleset menjadi 581,5 bph per Oktober dan diperkirakan hanya akan mencapai 607,2 bph. Adapun outlook lifting minyak di 2022 sebesar 615 bph. Meski demikian, lifting gas yang dipatok 1.036 ribu barel setara minyak per hari (smph) telah terealisasi 1.023,9 ribu smph.
Suku bunga SUN 10 Tahun
Selanjutnya, suku bunga Surat Utang Negara (SUN) untuk tenor 10 tahun dipatok 6,80 persen dalam APBN. Namun, realisasinya pada akhir tahun sebesar 7,23 persen, sedangkan secara tahun kalender (ytd) 7,05 persen.
Meski begitu, instrumen surat utang negara hingga akhir tahun masih menunjukkan adanya competitiveness dan resiliency. Pasalnya, kenaikan suku bunga di AS telah menimbulkan gejolak pada indeks volatilitas pasar saham (VIX).
Kondisi ini, misalnya, terjadi sangat drastis pada pertengahan 2022 yang menyebabkan gejolak di pasar saham, pasar surat utang, hingga pasar valuta asing.
"Setiap AS mengumumkan atau menyampaikan kebijakannya, maka akan direspons dengan volatilitas di pasar saham dan juga di pasar obligasi," jelas Sri Mulyani.
Namun, menurutnya, kondisi pasar obligasi negara di Indonesia relatif cukup stabil, meski sempat terjadi capital outflow signifikan dari pasar surat berharga terutama untuk surat berharga negara dengan valuta asing.
"Namun, karena kepemilikan asing dalam surat berharga negara kita yang dalam hal ini sekarang relatif terjaga di bawah 15 persen, maka kita masih bisa menjaga SBN kita dalam situasi relatif baik," ujarnya.