Jakarta, FORTUNE - Otonomi daerah merupakan frasa yang sering muncul dalam berbagai wacana hingga pemberitaan media massa. Kebijakan ini juga menandai era sentralisasi kekuasaan di Indonesia pascareformasi. Namun, pemahaman tentang otonomi daerah di Indonesia masih terbatas. Bahkan banyak pula warga negara yang belum mengetahui pengertian, konsep hingga penerapannya di republik ini.
Lantas apa itu otonomi daerah?
Pengertian otonomi daerah
Suparto, pengajar Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, dalam jurnal berjudul Otonomi Daerah Di Indonesia; Pengertian, Konsep, Tujuan, Prinsip dan Urgensinya menyebut otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerahnya sebagai manifestasi dari desentralisasi.
Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah berkewajiban untuk mempertanggungjawabkannya baik kepada negara dan bangsa, maupun kepada masyarakat dan lingkungannya. Jadi, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan yang ada.
Di Indonesia, otonomi daerah jadi salah satu kebijakan penting pada pemerintahan orde reformasi karena diharapkan dapat mengangkat harkat daerah. Pasalnya, selama pemerintahan Orde Baru, daerah tidak dapat berkembang secara optimal karena sistem politik dan ekonomi yang dibangun sangat terpusat.
Segala kebijakan tentang daerah selalu diputuskan oleh pusat sehingga banyak gubernur, bupati hingga walikota yang tak memiliki kekuasaan untuk mengembangkan potensi daerahnya, bahkan akhirnya menjadi sangat ”bergantung” dengan pusat.
Amanat pelaksanaan otonomi daerah
Berdasarkan catatan kritis perjalanan otonomi daerah—khususnya selama pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1974 yang dianggap sentralistik—Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 mengamanatkan kepada Presiden untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelesaikan pemerintahaan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan—mulai dari pelaksanaan sampai dengan evaluasi— kecuali kewenangan pada bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara, yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah pada bidang tertentu yang secara nyata ada, diperlukan, tumbuh, dan berkembang di daerah.
Adapun otonomi yang bertanggung jawab berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Tujuan otonomi daerah
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah antara lain untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Prinsip pemberian otonomi kepada daerah adalah prinsip demokrasi, pemberdayaan masyarakat dan aparat serta pelayanan umum, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan keanekaragaman daerah. Pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam pengambilan keputusan yang terbaik dalam batas-batas kewenangannya untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk mendukung kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Urgensi otonomi daerah
Hal yang mendasar dalam Undang-Undang (UU) Otonomi Daerah, yang dimulai dengan diterbitkannya UU Nomor 22 tahun 1999 sampai dengan UU No. 23 tahun 2014, adalah mendorong dan memberdayakan masyarakat, menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan pembangunan.
Dengan paradigma baru tersebut, pemerintah daerah diharapkan lebih siap menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masa datang. Adapun urgensi otonomi kepada daerah, menurut Eko Koswara dalam Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Pemberdayaan (2001), didasarkan setidaknya pada empat pertimbangan.
Pertama, dari segi politik, pemberian otonomi dipandang untuk mencegah penumpukan kekuasaan di satu tangan yang akhirnya menimbulkan pemerintahan tirani dan totaliter serta anti-demokrasi.
Kedua, dari segi demokrasi, otonomi diyakini dapat mengikutsertakan rakyat dalam proses pemerintahan sekaligus mendidik rakyat menggunakan hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.
Ketiga, dari segi teknis organisatoris l pemerintahan, otonomi dipandang sebagai cara untuk mencapai pemerintahan yang eketif dan efesien serta lebih responsibel. Problem yang lebih penting untuk diurus pemerintah dan masyarakat setempat labih baik diserahkan ke daerah, sementara masalah yang lebih tepat berada di tangan pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat.
Keempat, dari segi manajemen sebagai salah satu unsur administrasi, suatu pelimpahan wewenang dan kewajiban memberikan pertanggungjawaban bagi penunaian suatu tugas sebagai hal yang wajar.