Jakarta, FORTUNE - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut bahwa Deflasi lima bulan selama 2024 tak menunjukkan penurunan daya beli. Pasalnya, kata dia, jika dibedah secara mendetail komponen pembentuk Inflasi justru menunjukkan daya beli yang masih terjaga.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan kelompok pengeluaran, terdapat sejumlah barang dan jasa non-primer yang mengalami inflasi. Di samping itu, menurutnya, inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) yang mengalami deflasi juga tak bisa menjadi penanda terjadinya pelemahan daya beli.
"Makanan minuman atau volatile inflation itu tidak bisa menjadi indikator utama yang menentukan daya beli. Yang menentukan indikator raya beli adalah yang di luar makanan minuman," ujarnya dalam rakornas pengendalian inflasi, Senin (7/10).
Ia mencontohkan komponen inflasi perawatan pribadi dan jasa lainnya masih mengalami inflasi sebesar 0,38 persen. Komponen ini memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,02 persen terhadap inflasi.
"Perawatan pribadi dan lainnya 0,38 itu termasuk inflasi inti. Core inflation. Kalau dia terjadi kenaikan berarti daya beli masyarakat naik karena demand-nya naik. Inflasi terjadi. Kalau terjadi demand tinggi maka otomatis harganya akan tinggi. Masyarakat sudah menggunakan uangnya untuk perawatan pribadi dan jasa lainnya ke salon dan lain-lain," ujarnya.
Di samping itu, komponen pengeluaran pendidikan juga masih mengalami inflasi sebesar 0,29 persen, dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,02 persen. Menurutnya, pendidikan yang mengalami kenaikan harga juga menunjukkan daya beli masyarakat yang masih cukup kuat.
"Penting pendidikan atau makanan? Ya makanan. Orang akan mendahulukan beli makanan minuman dibandingkan pendidikan. Kalau makanan naik, ada permintaan, inflasi. Artinya terjadi kenaikan barang jasa di bidang pendidikan yang bukan merupakan kebutuhan primer. Ya artinya demand tinggi. Kalau demand pendidikan rendah, maka otomatis inflasinya rendah atau terjadi deflasi. Itu yang berbahaya," katanya.
Demikian pula komponen pengeluaran rekreasi, olahraga dan budaya yang masih mengalami inflasi sebesar 0,5 persen meski andilnya terhadap inflasi cukup kecil.
"Rekreasi kita lihat 0,05. Kalau plus tejadi Inflasi. Berarti rekreasi olahraga terjadi kenaikan. Bukan kebutuhan primer," jelasnya, sembari menambahkan bahwa komponen lain seperti penyediaan makanan dan minuman/restoran masih mengalami inflasi 0,13 persen meski andilnya hanya 0,01 persen.
Sementara itu, menurutnya, deflasi yang terjadi justru disebabkan berhasilnya pengendalian pangan dan harga komoditas penting yang dilakukan pemerintah.
Ini lantaran kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (dengan andil 0,17 persen terhadap inflasi) dan transportasi mengalami deflasi 0,16 persen (dengan andil 0,02 persen).
Artinya, jelas Tito, terjadinya deflasi month to month (mtm) -0,12 persen di September, dan berdampak pada inflasi tahunan (year on year/yoy) sebesar 1,84 persen menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga.
"Inflasi tahunan 1,84 persen, the lowest at least the last two years. Bahkan selama masa pemerintahan Pak Jokowi sekali lagi terendah, dan dibandingkan masa pemerintahan sebelumnya terendah. Dan mungkin dari 1945 ini yang terbaik. Karena yang terjadi penurunan adalah sektor pangan. Dan daya beli masyarakat tetap meningkat ditandai dengan inflasi inti di luar makanan minuman mengalami kenaikan," katanya.